Namanya Fatih Abdurrahman. Usianya akan tepat 10 tahun Juli
mendatang. Dan dia belum bisa berbicara jelas, bahkan mengucap kata Bunda,
seperti yang kuharap. Hanya gumaman-gumaman yang tak jelas, seperti bayi yang
sedang berusaha mengenal kata. Namun aku
tak menyerah mengajarkannya mengucapkan kata. Dan aku bangga dengan
kemajuannya, walau aku pun harus menyiapkan diri bahwa bisa saja seumur
hidupnya Fatih kemungkinan tidak bisa berbicara sejelas anak-anak lainnya.
Kalau melihat ke belakang, tak ada yang salah dalam proses
mengandungnya. Hanya di awal-awal kehamilan, aku pernah menderita diare akut,
sampai harus di rawat di IGD Hermina Bogor untuk semalam. Gara-garanya makan
hati sapi dan tumis kangkung. Apakah itu penyebabnya? Wallahua’alam.
Dari seluruh persalinan yang kujalani, prose kelahiran Fatih
yang sangat amat mudah dan murah. Dialah satu-satunya anak yang kulahirkan di
klinik bidan, sementara yang lainnya harus di rumah sakit besar.
Dia pulalah yang kulahirkan dengan normal, sementara yang lainnya dengan tindakan, mulai dari vakum sampai sectio. Dia pulalah yang kulahirkan tanpa aku harus mengalami pendarahan, sementara yang lainnya aku selalu harus dibantu tranfusi darah dan untuk kasus anak pertama, aku hampir kehilangan nyawaku karena sudah sampai titik kritis dimana kesadaranku sudah sempat menghilang.
Dia pulalah yang kulahirkan dengan normal, sementara yang lainnya dengan tindakan, mulai dari vakum sampai sectio. Dia pulalah yang kulahirkan tanpa aku harus mengalami pendarahan, sementara yang lainnya aku selalu harus dibantu tranfusi darah dan untuk kasus anak pertama, aku hampir kehilangan nyawaku karena sudah sampai titik kritis dimana kesadaranku sudah sempat menghilang.
Fatih pulalah bayi yang kulahirkan dengan berat badan paling
ringan di antara saudara-saudaranya yang lain. Beratnya cuma 3,1 kg, sedangkan
yang lainnya 4 kg ke atas, bahkan si bungsu mencatat rekor dengan berat 5,25
kg. Dan di atas semua itu, Fatih adalah terkhusus diantara yang lainnya, karena
dia memang berkebutuhan khusus.
Mengasuh anak berkebutuhan khusus, jelas tidak mudah. Butuh
kelapangan hati dan dukungan keluarga serta finansial yang tidak kecil. Aku
tidak memiliki 2 hal yang terakhir, tetapi aku bisa menjadikan diriku orang
yang bisa berlapang hati mengasuhnya. Tapi bukan berarti aku selalu sabar
menghadapinya. Menarik diri sejenak, lalu menangis sejadi-jadinya di pojok
kamar, sering kulakukan saat beban rasanya sudah memuncak. Tapi setelahnya,
melihat wajahnya dan tatapan matanya yang polos, membangkitkan kemali semangat
yang merapuh. Bagaimanapun, dia anakku, dan dia butuh aku.
Sebesar apapun usaha yang kulakukan untuk perkembangan
Fatih, tetap saja aku merasa kurang. Aku bukan ahlinya dan aku terbatas dalam
banyak hal. Aku pernah mendatangi rumah autis
di kota ini, namun melihat prosedur dan tarifnya, aku harus sadar diri, kami
belum mampu saat ini untuk melakukan terapi secara berkesinambungan.
Obsesiku ingin memberikan terapi buat Fatih secara khusus
dengan ahlinya, membuat aku memutar otak ingin mencari penghasilan sendiri. Menulis
adalah salah satu pilihan yang bisa kulakukan dari rumah. Namun, untuk itu mau
tak mau aku harus fokus.
Aku mencoba fokus di situ. Tapi ternyata, apa yang kita
harapkan, seringkali tidak sesuai dengan kenyataan. Saat aku mencoba fokus, mau
tidak mau ada hal lain yang terabaikan, salah satunya Fatih. Dan imbasnya, dia
mulai sering ‘rewel’, minta perhatianku. Misalnya, saat tengah serius menulis,
dia menarik tanganku untuk menemaninya di kamar. Padahal hari masih pagi atau
siang. Dan tak cuma itu, aku harus duduk seperti maunya, menghadap kemana, kaki
dalam posisi apa, dan banyak lagi
peraturan tidak tertulis dan tidak terucap darinya. Bila itu tidak kulakukan,
dia mulai tantrum dan seringkali sikap tubuhnya menyakiti diriku, semisal kaki
yang tanpa sengaja menendang perut dan rusukku.
Fatih bukan anak yang suka menyakiti oranglain secara fisik.
Hanya saja saat dia tantrum, dan bila posisinya di atas kasur, kakinya suka
bergerak-gerak tidak tentu arah, dan kakinya itulah yang sering tanpa sengaja
mampir di tubuhku yang saat itu diharuskannya duduk di dekatnya.
Karena pikiranku lagi tersandera oleh obsesi ingin mencari
penghasilan yang akan kugunakan untuk terapinya, sikap Fatih kuanggap sebagai penghalang.
Aku jadi uring-uringan, dan berujung ke stress yang meningkat ke depressi. Tidak
bermaksud menyudutkan Fatih tapi sikapnya saat itu memang membuatku hampir
tidak bisa melakukan apa-apa. Jangankan untuk menulis, mengerjakan pekerjaan
rumah tangga lainnya pun banyak terkendala, sementara aku tidak punya asisten
rumah tangga. Semua hal kulakukan sendirian. Dan semua itu semakin menambah
beban pikiranku.
Aku beruntung, suamiku dan anak-anak yang lain sangat tahu
kondisi bundanya, dan mereka membantu meringankan beban pekerjaan dan beban hati
ini sebisa mungkin.Di keluarga kecil kami inilah, aku benar-benar merasa kami
saling memberi kekuatan satu sama lainnya.
Cukup lama juga aku tersandera antara obsesi dengan
keinginan pribadi, dan kenyataan yang kuhadapi tidak sejalan dengan obsesi. Aku
menjadi tidak bahagia, apalagi bila rasa sabar menghilang ketika menghadapi
sikap Fatih. Setelahnya yangn muncul rasa bersalah dan penyesalan yang
mendalam. Terlalu sering aku meminta maaf sembari memeluk dan mencium anakku
itu kala dia tertidur, dengan air mata masih menetes disudut matanya, akibat
ketidaksabaranku terhadapnya sebelumnya.
Pada satu titik, aku merasa lelah yang amat sangat. Lelah
lahir bathin. Lelah menghadapi pertentangan-pertentangan di dalam hati yang
terdalam. Aku harus memilih, dan aku tahu betul pilihan mana yang harus
kuambil. Dan keyakinan akan pilihanku semakin menguat saat aku meminta petunjuk
dariNya dalam tangisan do’aku selepas sholat.
Saat ini, aku menarik diri dulu dari obsesiku ingin menjadi penulis. Seperti
yang pernah kutulis di salah satu postinganku, aku ingin menjadi penulis yang
bahagia. Nyatanya, untuk berproses menjadi penulis aku butuh fokus, dan proses
fokus itulah yang membuatku tidak bahagia. Mungkin bagi orang lain, antara
menulis dan kegiatan lainnya bisa sejalan. Tapi untukku, aku tidak bisa.
Intuisiku sebagai ibu memanggilku untuk mencurahkan waktuku lebih besar pada
keluarga, anak-anak, terutama Fatih. Dan itu tidak bisa kulakukan
setengah-setengah, karena tidak ada yang bisa menggantikan posisiku saat ini. Fatih hanya bisa ditenangkan olehku. Dan dia
membutuhkanku melebihi terapi-terapi yang kuangankan untuknya. Dia butuh
cintaku seutuhnya, dan fokusku padanya.
Sejak pilihan itu kuambil, keadaan jauh lebih baik. Fatih
jauh lebih kooperatif. Sikapnya lebih tenang, bahkan dia merespon kata-kata
yang kutujukan padanya lebih banyak dari sebelumnya. Bila dilarang, dia
menurut. Bila dipanggil namanya, dia menoleh. Dan banyak hal lainnya yang
membuat aku bangga padanya.
Aku masih bisa menulis, setidaknya ngeblog. Ini adalah salah
satu me-timeku, di samping berkebun.
Tapi aku tidak lagi melekatkan obsesiku ingin menjadi penulis dalam kegiatan
menulisku ini. Aku melakukannya untuk diriku sendiri, membahagiakan diriku
sendiri, agar aku tetap punya energi lebih menjalani hari.
Aku menjadi pribadi yang lebih lapang, terutama sejak
menghindari membuka akun media sosialku. Bukan apa-apa, di akun tersebut aku
banyak terhubung dengan grup kepenulisan, dan membaca semua itu hanya membuat
obsesiku bangkit kembali. Aku ingin meredamnya dulu, sampai aku siap melihat
lajunya teman-teman penulis tanpa aku harus berkecil hati. Entah sampai kapan,
waktu nanti yang akan menjawabnya.
Pada Allah kutambatkan keyakinan akan pilihanku. Mungkin
saat ini aku bukan apa-apa di luaran sana. Bukan orang yang menghasilkan karya
yang membanggakan, bukan pula orang banyak memenangkan penghargaan. Tapi, di
rumah ini, aku adalah bunda yang mereka butuhkan, terutama oleh Fatih.
Mendedikasikan hidup dan cintaku demi perkembangan mereka saat ini adalah pilihan
yang kuambil, dan itulah yang mereka butuhkan.
Melakukan semua itui klash dan bahagia, aku menyebarkan aura
kebahagian ke seisi rumah. Dan aku berkeyakin, akan tiba waktu untuk aktualisasi
diriku sendiri di suatu waktu nanti sebagai reward dariNya. Kalaupun tidak, aku
memilih tetap bahagia dengan pilihanku ini.
Aku tahu, ini hanyalah salah satu fase ujian dariNya. Akan
ada ujian-ujian lainnya kedepannya. Aku minta Allah memberiku kekuatan untuk
menjalani ujian ini dan ujian-ujian lainnya kelak. Bukannya, hekakat hidup
adalah ujian. Dan hidupku memang sejak kecil tidaklah mudah, dan aku berhasil
melewatinya. Dan aku yakin, aku pun akan bisa melewati ujian hidup ini seperti
sebelumnya.
Cinta itu sedang mengujiku, memanggilku dengan caranya sendiri. Dan aku datang, memenuhi pangggilan cinta itu, dengan perasaan
cinta …
Masya Alloh... terharu mbak. Semoga Alloh senantiasa memberikan kesabaran buat mbak sekeluarga. Semoga fatih semakin berkembang dari hari ke hari. *Kiss and big hug* :)
BalasHapusAmiin. doakan ya Mbak. Fatih selalu menunjukkan kemajuan, walau kadang-kadang sesekali mundur ke belakang. Tapi tetap ada progress yang positif.
HapusSubhanallah mak, anak memang segalanya..katanya, ibu yg bahagia akan menghasilkan anak yg bahagia. saya jg masih berusaha untuk itu. tak terbayang perjuangan mak, pasti luar biasa sekali. saya berdoa mak bisa menjalani hari2 bersama anak2 termasuk Fatih dengan bahagia..apapun ujiannya..salam sayang buat Fatih
BalasHapusmakasih dukungannya Mak Kania. Setuju sekali mengenai ibu yang bahagia akan menjadikan anak-anak yang bahagia juga. itulahyang sedang saya lakukan, agar anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang positif
HapusSemangat mak...Allah bersma org2 yg sabr seprti emak...:)
BalasHapusinsha Allah. Kata sabar memang ternyata banyak sekaliditemukan dalam Alqur'an, dan memang hidupini ujian bagia kesabaran.
HapusSubhannallah...terharu bacanya mbak, semoga Fatih dan mbak sekeluarga diberikan kesehatan. Fatih gemuk ya mbak, semoga menjadi anak sholeh yang bisa membahagiakan orang tua, aamiin
BalasHapusAamiin. Fatih memang gemuk, saya berusaha mengurangi kelebihan berat badannya, tapi susah. Makasih do'anya ya.
Hapusjadi ingat kata-kata ibu saya. tiap anak punya ceritanya sendiri. ada yang pas kecil 'nyusahin' tp gedenya nyenengin. ada yg lahirnya sulit tp gedenya mencuri hati. ada yg pas sekolah bermasalah tp pas udah kerja manjain orang tuanya.
BalasHapuspun setiap ibu punya ceritanya sendiri ya mak.
Betul. dan setiap kisah pasti unik, karena setiap manusia itu unik, termasuk anak.
HapusBuat anak, ibunya adalah segala-galanya, itu yang penting. Selamat berjuang Mak, saya dan setiap orang pasti juga menghadapi ujian hidup meskipun dlm wujud yg berbeda.
BalasHapusya Mak, ujian itu akan berlangsung seumur hidup. kadang-kadang sajak ita tidak menyadarinya.
HapusAku nangis bacanya, Mbak. You are a great mom, don't say you are nothing, you meant the whole world to your kids.
BalasHapusPeluk erat. Tetap semangat ya Mak!
terima kasih. dukungan yang menyejukkan dan menguatkan hati. Insha Allah semangat terus dipelihara
HapusKeep standing strong, mak Santy.
BalasHapusKita tidak pernah tahu ujung cerita yang ditulis Sang Pemberi Kehidupan.
Terima kasih. Berjuang agar tetap kuat dan tegar sampai batas waktu yang diberikanNya di dunia ini
HapusSalam kenal Mak... saya ngga bisa bilang apa-apa.. selain semoga terus sabar dan semangat Mak :)
BalasHapusdukungan semangat itu sudah sangat meringankan hati dan membantu. Terima kasih ya, dan salam kenal juga
HapusJadi ingat Kayla, anakku yang nomor dua, 10 tahun juga, tapi lebih berat 35 kg :)
BalasHapusSuka protes kalau disamakan dengan kakaknya.
Terharu membaca ini, sampai mau nangis. Fatih pasti bangga punya bunda seperti dirimu, Rebellina <3
Fatih terakhir kali nimbang berat badannya itu 3 tahun yang lalu. sekarang, dia makin'berat' aja. Pengen nuruni berat badannya, tapi masih belum tahu caranya. Mak Indah melakukan diet untuk ananda Kayla?
HapusAnyway, makasih Mak Indah untuk suntikan semangatnya
peluk erat mba shanty....saya jadi ingin bantu mba..saya jg begitu terobsesi utk dpt uang dr menulis tp anak2 jg butuh perhatian... bagaimana jika kolaborasi,..pengalaman mba bisa dikumpulkan dan digabungkan dg teori yg akan saya cari (meski saya pun belum menguasai) namun inshaa allah ada jalan dr allah..konsepnya menyerupai isi buku "oki"
BalasHapuswah, saya tertarik banget Mbak Ketty. lewat jalur apa nih agar kita bisa tetap melanjutkan omunikasi mengenai ini?
Hapusemail sj mba..kettyhusnia@gmail.com. saya selalu buka. karena ngurus anak ga ada habisnya jadi nulis sj segala bentuk pengalaman ibu. jk tidak sempat, di kertas saja. setelah itu diposting. setiap postingan ibu adalah ide buat saya. pelan2 saya juga usaha cr teori dr pengalaman ibu. bismillah ya bu...smg lancar.
Hapusmenjadi bagian terpenting dalam hidup seseorang itu berkah yang luar biasa... dan mbak sudah melakukannya... terhadap Fatih... (y)
BalasHapusinsha Allah. semoga dimudahkan olehNYa
HapusSubhanallah... Mbak kisahmu benar2 membuatku terharu. Mengingatkan untuk lebih banyak bersyukur. Semoga dirimu selalu kuat dan sabar. aamiin...
BalasHapusmakasih Mbak Ira, untuk dukungan dan do'anya. doakan agar kuat dan sabar selalu akunya ya.
Hapusterharuuu :') semangat ya mbak! semoga selalu dilancarkan. aamiin :)
BalasHapusinsha Allah semangat selalu. makasih dukungannya ya
Hapus