Waiting 4 The Knight With The Shinning Armour..(1)

“Kapan lagi nih undangannya?”
“Jangan milih-milih…”
“Awas, jangan sampai terlangkah lho dengan adikmu. Ntar jadi sulit jodoh…”

Kebal sudah kuping ini menerima ucapan semacam itu. apalagi kalau lagi menghadiri undangan pernikahan teman. Saya yang semula percaya diri habis untuk hadir ke pesta pernikahan sahabat, bisa jadi lunglai pulangnya karena tidak tahan mendengar segala macam nasehat yang mampir ke telinga. Nasehat itu datangnya dari kerabat ataupun juga dari teman-teman orang tua. Namun begitupun, saya menyikapinya dengan mencoba berbesar hati dan pasang senyum di bibir demi alasan sopan santun. Padahal di hati saya pengen teriak…,”Apa yang salah dengan diri saya kalau saya memang milih-milih jodoh saya?”

Ya, saya akui saya memang pemilih dalam hal jodoh. Apa itu salah? Ah.., pikiran saya jadi mengembara mengenai masalah pilih-pilih jodoh ini.



Waktu masih duduk di bangku SMA, saya punya seorang sahabat yang suka baca buku. Sama seperti saya. Darinya saya jadi suka baca-baca buku romantis karangan Barbara Cartland dan  yang semacam terbitan Harlequin sekarang ini. Akibatnya, saya terobsesi kelak punya pasangan hidup ala-ala novel beginian. Cowoknya harus ganteng, ( kalau bisa asli bule gitu,kayak yang di novel)  tampilan luar dingin, tapi romantis. Lalu, saya jadi cewek yang dikejar habis tuh ama cowok ala beginian. Pokoknya di otak saya yang udah korslet gara-gara novel beginian, jalan cerita cinta saya harus romantis abis.

Maka, saya pun bertingkah bak tokoh cewek di dalam novel. Pasang  gaya jaga imej. Rada-rada dingin juga gitu loh. Saya lupa, tampang saya enggak cakep kayak tokoh-tokoh yang ada di novel. Alhasil, saya sukses ngejomblo sampai tamat SMA.

Lalu di lain waktu, saya kepengen jodoh saya kelak harus dari TNI Angkatan Laut. Kok sepertinya cowok-cowok yang pakai seragam TNI Angkatan Laut yang berwarna putih  itu gagah. Tapi kemudian saya mikir, kalau pengen jodohnya anggota TNI AL, berarti saya harus meluaskan lingkup pergaualan saya dong. Paling tidak deket-deket asrama TNI AL. Tapi, markas TNI AL saja saya tidak tahu. Padamlah sudah niatan mau berjodoh dengan anggota TNI AL.
www.rebellinasanty.blogspot.com
oh.., satriaku... ilustrasi bersumber di sini :

Masih dalam balutan seragam putih abu-abu juga, setiap pulang sekolah saya harus nungguin warung. Punya tetangga sekaligus teman sebaya, nama panggilannya Enca. Enca ini sering nongkrong nemani saya jagain warung. Setiap hari kecuali Sabtu Minggu, setiap jam 2.30 sore kita sudah melototi jalan di depan warung. Eng ing eng…, lewatlah beliau si pemuda santun berkopiah hitam. Dengan wajah menunduk, dia melangkah cepat. Lalu, teman saya si Enca dengan santainya akan berucap, “Assalamualaikum…”

Si pemuda santun masih menunduk dan tetap meneruskan ritme berjalan cepatnya. Enca masih tanpa berdosa meneruskan ucapannya, “Tidak dijawab dosa…” Si Pemuda santun dalam keadaan menunduk seperti menggumamkan sesuatu. Enca pun cepat-cepat melanjutkan ucapannya lagi,”Dijawab tanda cinta….”
Wajah si pemuda santun yang merupakan guru ngaji di madrasah dekat warung tempatku berjualan, langsung merah padam. Dan aku pun dengan sih Enca akan terkikik kikik geli dengan tingkah usil kami. Duh.., kalau ingat itu saya jadi sangat merasa bersalah. Sungguh masa-masa jahiliyah saya saat itu.

Katika saya memasuki dunia perkuliahan, persoalan mencari jodoh tidak telalu menjadi pemikiran saya. Saya fokus mencari uang untuk bisa mandiri dengan menjadi agen segala macam MLM, dan bagaimana kuliah saya cepat selesai.  Di masa ini pulalah saya bersentuhan dengan nilai-nilai Islam. Pada satu komunitas muslimah yang aktif di selenggarakan di musholla kampus, ternyata baru saya tahu, tidak ada namanya pacaran sebelum menikah.  Tetapi, hidayah itu belum saya jemput saat itu. Saya masih terjebak dalam pola pikir umum. Saya ingin punya pacar untuk kelak jadi suami! Tetapi saya tetap memilih. Harus sholih, cerdas, tinggi, dan usianya lebih tua dari saya. Dan tampan tentu saja!

www.rebellinasanty.blogspot.com
sumber foto di sini
Lalu, saat usia semakin bertambah, saat teman satu persatu menikah, dan 4 adik saya mendahului saya, saya tetap sendiri. Beberapa kerabat sudah sibuk menjodoh-jodohkan saya dengan si anu sana, si anu sini..Bahkan ada yang mengait-ngaitkan kesendirian saya dengan kutukan ‘akibat terlangkahi’. Terlangkahi 1 adik yang menikah saja sudah membuat berat jodoh (katanya), apalagi sampai 4.  Ah.., pemikiran yang terakhir ini tidak ada dalam kamus hidup saya.

Yang namanya orangtua pastilah punya kekhawatiran terhadap urusan ini, terutama mama saya. Kekhawatirannya kerap kali membuat saya terganggu, mengusik rasa nyaman yang semula ada. Sementara papa saya sih tenang-tenang saja menyikapi saya yang termasuk lama menikah.

www.rebellinasanty.blogspot.com
ilustrasi: alone. sumber di sini
Sebenarnya, persoalan kapan saya harus menikah tidak begitu menganggu saya awalnya. Kesibukan saya mengurus usaha dan banyaknya teman-teman, dimana di antara teman-teman tersebut juga banyak yang belum menikah, sementara usianya juga di atas saya, membuat saya merasa tidak ada yang salah dengan kesendirian saya.  Kami juga sering hang out ke luar kota, sekedar menghibur diri dari rutinitas dengan bersenang-senang di tempat wisata (tentu saja semuanya wanita), atau di lain waktu kita duduk-duduk di café sambil menikmati suguhan live music. Jadi.., apa yang salah dengan belum menikah saat itu? Saya wanita mandiri, tercukupi secara finansial, tidak tergantung kepada siapa pun, dan nyaman dengan diri saya sendiri.

Tetapi, sejujurnya, di lubuk hati yang dalam, saya ingin banget menikah. Melihat keponakan yang hadir satu persatu dan kerap bermanja-manja memanggil saya Bunda, membuat saya rindu panggilan itu datangnya dari anak yang saya lahirkan sendiri. Lalu, apakah tidak ada laki-laki yang mau pada saya sehingga saya disebut lambat jodoh?


Tidak satu dua laki-laki yang datang, mulai dari yang tersirat sampai terus terang ingin menjadikan saya pendamping hidupnya. Bahkan ada yang diantar adiknya----yang merupakan member salah satu MLM dari bisnis yang saya kelola, menyatakan dirinya siap menjadi suami saya walau untuk itu dia bersedia menjadi supir saya. Wow.., sedemikian kelihatankah saya menginginkan jodoh sampai ada laki-laki yang merendahkan dirinya seperti itu? 

Bersambung...

Rebellina Santy

Author, Blogger, Crafter, and Gardener. Informasi pemuatan artikel, Sponsored Post, Placement, Job Review, dan Undangan Event, email ke : rebellinasanty@gmail.com. Twitter/IG: @rebellinasanty

9 komentar:

  1. Balasan
    1. iya nih. tulisannya nyicil, berhubung tersplit untuk nulis yang di 30 hari nonstop, hehehe.

      Hapus
  2. Salam kenal :)

    Saya pernah merasa begitu hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh ya? berbagi kisah yuk..Salam kenal kembali. makasih udah berkunjung ya

      Hapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. wah ternyata bersambung...nice posting mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya. ntar aku sambung lagi dalam waktu dekat. maklum ,kepotong ini itu :)

      Hapus
  5. wah udah semangat bacanya ternyata bersambung tho hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi...,sabar ya Mbak. menyusul dalam waktu dekat :)

      Hapus

Halo...
Thanks ya uda mau mampir dan kasih komentar di blog Rebellina Santy. Komentar kamu berharga banget buat saya.

Salam
Reni Susanti