“Kapan lagi nih undangannya?”
“Jangan milih-milih…”
“Awas, jangan sampai terlangkah lho dengan adikmu. Ntar jadi
sulit jodoh…”
Kebal sudah kuping ini menerima ucapan semacam itu. apalagi
kalau lagi menghadiri undangan pernikahan teman. Saya yang semula percaya diri habis
untuk hadir ke pesta pernikahan sahabat, bisa jadi lunglai pulangnya karena
tidak tahan mendengar segala macam nasehat yang mampir ke telinga. Nasehat itu
datangnya dari kerabat ataupun juga dari teman-teman orang tua. Namun
begitupun, saya menyikapinya dengan mencoba berbesar hati dan pasang senyum di
bibir demi alasan sopan santun. Padahal di hati saya pengen teriak…,”Apa yang
salah dengan diri saya kalau saya memang milih-milih jodoh saya?”
Ya, saya akui saya memang pemilih dalam hal jodoh. Apa itu
salah? Ah.., pikiran saya jadi mengembara mengenai masalah pilih-pilih jodoh
ini.
Waktu masih duduk di bangku SMA, saya punya seorang sahabat
yang suka baca buku. Sama seperti saya. Darinya saya jadi suka baca-baca buku
romantis karangan Barbara Cartland dan
yang semacam terbitan Harlequin sekarang ini. Akibatnya, saya terobsesi
kelak punya pasangan hidup ala-ala novel beginian. Cowoknya harus ganteng, (
kalau bisa asli bule gitu,kayak yang di novel)
tampilan luar dingin, tapi romantis. Lalu, saya jadi cewek yang dikejar
habis tuh ama cowok ala beginian. Pokoknya di otak saya yang udah korslet
gara-gara novel beginian, jalan cerita cinta saya harus romantis abis.
Maka, saya pun bertingkah bak tokoh cewek di dalam novel.
Pasang gaya jaga imej. Rada-rada dingin
juga gitu loh. Saya lupa, tampang saya enggak cakep kayak tokoh-tokoh yang ada
di novel. Alhasil, saya sukses ngejomblo sampai tamat SMA.
Lalu di lain waktu, saya kepengen jodoh saya kelak harus
dari TNI Angkatan Laut. Kok sepertinya cowok-cowok yang pakai seragam TNI
Angkatan Laut yang berwarna putih itu
gagah. Tapi kemudian saya mikir, kalau pengen jodohnya anggota TNI AL, berarti
saya harus meluaskan lingkup pergaualan saya dong. Paling tidak deket-deket
asrama TNI AL. Tapi, markas TNI AL saja saya tidak tahu. Padamlah sudah niatan
mau berjodoh dengan anggota TNI AL.
oh.., satriaku... ilustrasi bersumber di sini : |
Masih dalam balutan seragam putih abu-abu juga, setiap
pulang sekolah saya harus nungguin warung. Punya tetangga sekaligus teman
sebaya, nama panggilannya Enca. Enca ini sering nongkrong nemani saya jagain
warung. Setiap hari kecuali Sabtu Minggu, setiap jam 2.30 sore kita sudah
melototi jalan di depan warung. Eng ing eng…, lewatlah beliau si pemuda santun
berkopiah hitam. Dengan wajah menunduk, dia melangkah cepat. Lalu, teman saya
si Enca dengan santainya akan berucap, “Assalamualaikum…”
Si pemuda santun masih menunduk dan tetap meneruskan ritme
berjalan cepatnya. Enca masih tanpa berdosa meneruskan ucapannya, “Tidak
dijawab dosa…” Si Pemuda santun dalam keadaan menunduk seperti menggumamkan
sesuatu. Enca pun cepat-cepat melanjutkan ucapannya lagi,”Dijawab tanda
cinta….”
Wajah si pemuda santun yang merupakan guru ngaji di madrasah
dekat warung tempatku berjualan, langsung merah padam. Dan aku pun dengan sih
Enca akan terkikik kikik geli dengan tingkah usil kami. Duh.., kalau ingat itu
saya jadi sangat merasa bersalah. Sungguh masa-masa jahiliyah saya saat itu.
Katika saya memasuki dunia perkuliahan, persoalan mencari
jodoh tidak telalu menjadi pemikiran saya. Saya fokus mencari uang untuk bisa
mandiri dengan menjadi agen segala macam MLM, dan bagaimana kuliah saya cepat
selesai. Di masa ini pulalah saya
bersentuhan dengan nilai-nilai Islam. Pada satu komunitas muslimah yang aktif
di selenggarakan di musholla kampus, ternyata baru saya tahu, tidak ada namanya
pacaran sebelum menikah. Tetapi, hidayah
itu belum saya jemput saat itu. Saya masih terjebak dalam pola pikir umum.
Saya ingin punya pacar untuk kelak jadi suami! Tetapi saya tetap memilih. Harus
sholih, cerdas, tinggi, dan usianya lebih tua dari saya. Dan tampan tentu saja!
sumber foto di sini |
Lalu, saat usia semakin bertambah, saat teman satu persatu
menikah, dan 4 adik saya mendahului saya, saya tetap sendiri. Beberapa kerabat
sudah sibuk menjodoh-jodohkan saya dengan si anu sana, si anu sini..Bahkan ada
yang mengait-ngaitkan kesendirian saya dengan kutukan ‘akibat terlangkahi’.
Terlangkahi 1 adik yang menikah saja sudah membuat berat jodoh (katanya),
apalagi sampai 4. Ah.., pemikiran yang
terakhir ini tidak ada dalam kamus hidup saya.
Yang namanya orangtua pastilah punya kekhawatiran terhadap
urusan ini, terutama mama saya. Kekhawatirannya kerap kali membuat saya
terganggu, mengusik rasa nyaman yang semula ada. Sementara papa saya sih
tenang-tenang saja menyikapi saya yang termasuk lama menikah.
ilustrasi: alone. sumber di sini |
Sebenarnya, persoalan kapan saya harus menikah tidak begitu
menganggu saya awalnya. Kesibukan saya mengurus usaha dan banyaknya
teman-teman, dimana di antara teman-teman tersebut juga banyak yang belum
menikah, sementara usianya juga di atas saya, membuat saya merasa tidak ada
yang salah dengan kesendirian saya. Kami
juga sering hang out ke luar kota, sekedar menghibur diri dari rutinitas dengan
bersenang-senang di tempat wisata (tentu saja semuanya wanita), atau di lain
waktu kita duduk-duduk di café sambil menikmati suguhan live music. Jadi.., apa
yang salah dengan belum menikah saat itu? Saya wanita mandiri, tercukupi secara
finansial, tidak tergantung kepada siapa pun, dan nyaman dengan diri saya
sendiri.
Tetapi, sejujurnya, di lubuk hati yang dalam, saya ingin
banget menikah. Melihat keponakan yang hadir satu persatu dan kerap
bermanja-manja memanggil saya Bunda, membuat saya rindu panggilan itu
datangnya dari anak yang saya lahirkan sendiri. Lalu, apakah tidak ada
laki-laki yang mau pada saya sehingga saya disebut lambat jodoh?
Tidak satu dua laki-laki yang datang, mulai dari yang
tersirat sampai terus terang ingin menjadikan saya pendamping hidupnya. Bahkan
ada yang diantar adiknya----yang merupakan member salah satu MLM dari bisnis
yang saya kelola, menyatakan dirinya siap menjadi suami saya walau untuk itu
dia bersedia menjadi supir saya. Wow.., sedemikian kelihatankah saya
menginginkan jodoh sampai ada laki-laki yang merendahkan dirinya seperti itu?
Bersambung...
Menunggu lanjutannya :)
BalasHapusiya nih. tulisannya nyicil, berhubung tersplit untuk nulis yang di 30 hari nonstop, hehehe.
HapusSalam kenal :)
BalasHapusSaya pernah merasa begitu hehehe
oh ya? berbagi kisah yuk..Salam kenal kembali. makasih udah berkunjung ya
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuswah ternyata bersambung...nice posting mbak
BalasHapusiya. ntar aku sambung lagi dalam waktu dekat. maklum ,kepotong ini itu :)
Hapuswah udah semangat bacanya ternyata bersambung tho hehe
BalasHapushihihi...,sabar ya Mbak. menyusul dalam waktu dekat :)
Hapus