Bukan Sekedar Halal, Tetapi Juga Berkah...


di bawah rindang Alpukat Rebellina
Sudah dua tahun terakhir ini keluarga kami tidak bisa bebas lagi bermain di halaman belakang. Sebelumnya halaman belakang selalu menjadi tempat favorit kami sekeluarga untuk ngumpul. Di bawah rindangnya pohon Alpukat, ditemani dua gelas kopi panas (untukku dan suamiku), serta camilan buatan sendiri untuk kita semua. Lalu, sembari mengawasi anak-anak bermain ayunan yang dibuat dari tali tambang yang diikatkan ke dahan pohon alpukat ditambah sebilah papan, aku  dan suami asyik membahas apa saja. Terkadang pula meja dan komputer di bawa ke sini untuk ayah bekerja, atau juga untukku mencari inspirasi menulis.

Namun, semua itu kini hampir tidak bisa lagi kami lakukan. Sebabnya, bau menyengat dari kotoran ayam milik tetangga sebelah rumah. Walau dibatasi tembok setinggi 2 meter, bau itu tetap sangat mengganggu. Apalagi semenjak tembok belakang rubuh karena kontruksi pembangunannya yang tidak beres, halaman belakang sudah tidak nyaman lagi bagi kami untuk tempat berkumpul. Bukan hanya bau busuk menyengat, tetapi juga lalat-lalat yang menjijikkan pun membuat kami harus selalu menutup pintu belakang. Sungguh, 2 tahun sampai kini kami kehilangan udara segar pagi hari, semilir angin yang biasa kami nikmati kala hari menjelang senja, bahkan hangatnya sinar mentari pagi. Plus, hobi berkebunku yang mau tak mau menjadi terbengkalai karena bau busuk kotoran ayam ini.
penampakan kandang ayam. poto Rebellinasanty

Kalau cuma memelihara ayam beberapa ekor saja sih tidak akan menimbulkan bau busuk mengganggu ini. Tetapi masalahnya, memelihara ayam ini untuk skala bisnis menengah, dan jumlahnya di atas 500 ekor. Pastinya memang ada aturan khusus yang mengatur soal tempat memelihara hewan untuk usaha. Yang aku pelajari dulu waktu sekolah adalah dilarang mendirikan kandang hewan di belakang rumah, karena tidak baik untuk kesehatan. Apalagi hewan untuk usaha. Tetapi, itu tidak berlaku di sini, di daerah tempatku tinggal.



Hal ini juga sudah pernah dibicarakan ke Pak RT. Tetapi apa daya, Pak RT tidak bisa berbuat apa-apa, karena keluarganya sendiri pun melakukan hal yang sama, mendirikan kandang ayam untuk usaha di belakang rumah. Memang secara demograpi, daerah tempatku tinggal ini penduduknya terkait hubungan kekerabatan, baik dari hubungan darah, maupun karena ikatan pernikahan. Warga pendatang masih bisa dihitung dengan jari, salah satunya keluarga kami. Itu sebabnya, kami pun harus sangat berhati-hati menyikapi hal ini.

Satu hal lagi, warga disekitarku ini umumnya cenderung latah. Jadi, bila ada satu warga yang terlihat berhasil dalam usaha peternakan ayam, maka warga lainnya ramai-ramai akan mendirikan usaha yang sama. Begitu juga usaha lainnya. Itu sebabnya usaha peternakan ayam skala menengah banyak terdapat di sini karena sifat latah ini.

Kembali ke masalah bau. Terus terang aku kesal dan jengkel dengan keadaan ini. Bau busuk dan lalat yang sampai masuk ke dalam rumah membuatku sering ngomel. Kadang ingin langsung ngomong ke yang bersangkutan, tetapi khawatir juga dengan keamanan kami di sini. Karena walau bagaimana pun, mereka adalah tetangga terdekat kami. Enggak terbayang khan kalau dimusuhi warga sekampung hanya karena kita tidak terima dengan masalah bau yang dihasilkan peternakan mereka. Akhirnya, aku dan suami cuma bisa mengurut dada walau aku masih sering juga ngomel-ngomel kalau baunya sudah demikian tak tertahankan di tambah lalat yang sampai masuk ke rumah.

Sedihnya lagi, tetangga yang bersangkutan seperti tidak merasa bersalah dengan apa yang dilakukannya. Prinsipnya sih, khan usahanya dibuat di tanah miliknya, jadi tidak mengganggu orang lain. Jadi dia terkesan tidak peduli kalau karena usahanya, kenyamanan tetangga menjadi terganggu. Dia juga tidak peduli kalau kami tidak bisa lagi menikmati sinar matahari pagi (karena halaman belakang menghadap timur), udara segar, dan semilir angin. Baginya yang penting uang terus mengalir ke kantongnya walau dia harus tutup mata dengan tetangga yang jadinya harus selalu menutup pintu belakang agar lalat-lalat dari peternakannya tidak masuk ke dalam rumah.

Jujur saja, setiap kali tetangga tersebut menjual ayam ternaknya, aku merasa marah. Alangkah enaknya dia menerima uang hasil usahanya sementara kami setiap hari harus menahan diri dengan segala macam bau dan lalat hasil sampingan usahanya. Untung dan enaknya di dia, sementara kita, mendapatkan bau,lalat, pencemaran udara, dan kesehatan yang terganggu. Aku jadi berpikir, kalau begini, berkahkah penghasilannya? Usaha yang dilakukannya yakni beternak ayam secara hukum fiqih Islam halal, tetapi hasilnya apakah berkah bila usahanya itu malah menyebabkan tetangga terdekatnya dan lingkungan sekitarnya menjadi terganggu?  Belum lagi dari sisi dampak kesehatan.

Suamiku mengajarkanku untuk bersabar. Dan nasehatnya selalu ampuh meredam kejengkelanku. Kalau bau kotoran ayam sudah menyengat, maka untuk menetralisir emosi, suamiku buru-buru menyemprotkan pewangi ruangan di dekatku (aku memang sensitif terhadap bau menyengat). Tetapi kalau untuk lalat, walau lantai sudah dipel menggunakan karbol pewangi pun tak ampuh untuk mengusir lalat. Kalau sudah begitu, setiap kali bau busuk itu menyengat hidung dan lalat sudah ramai masuk ke rumah, aku hanya bisa berdo’a,

“ Ya Allah..., Sungguh, kami  merasa dizholimi oleh keadaan ini. Untuk itu, ijinkanlah ya Allah, Engkau kabulkan do’a kami ini. Untuk setiap bau busuk yang kami cium, dan lalat-lalat yang masuk ke rumah ini, dan untuk kesabaran kami menghadapinya,  Kau gantikan dengan mengangkat dosa-dosa kami, Kau kembalikan kami kepadaMu dalam keadaan husnul khotimah, Engkau bukakan pintu-pintu rejeki untuk kami. Dan ijinkanlah kami  memiliki usaha yang bermanfaat bagi banyak orang. Usaha yang tidak saja halal, tetapi Engkau rihoi dan berkah hasilnya.“  (Aamiin).

Jadi, demikianlah sampai detik ini. Aku kerap mengggumamkan do’a itu setiap kali keadaan yang mengganggu itu muncul. Dengan demikian, perasaan marah dan jengkel pun teredam, karena yakin Allah maha mendengar, melihat dan mengabulkan. Apalagi do’a orang yang dizholimi.

ilustrasi warnet. sumber foto di sini
 Belajar dari hal tersebut, dalam berusaha pun aku dan suami menerapkan prinsip, bukan sekedar halal, tetapi juga harus berkah. Maka tatkala kami memulai usaha kursus komputer dan warnet, prinsip itu kami terapkan.

 Sudah sangat sering kami menolak pelanggan yang ingin menggunakan warnet kami. Bagaimana tidak kami tolak, yang mau memakai warnet tersebut masih anak SD, seumuran 8-10 tahun. Dan ketika kami tanya, mau makai warnet untuk keperluan apa? Game online! Dengan halus aku dan suami menolaknya. Kalau mau makai warnet untuk mencari data untuk keperluan sekolah, tidak apa-apa. Bahkan akan kami bantu sebisanya. Tapi kalau untuk game dan fesbukan, maaf, kami tidak bisa menerimanya.

Aku dan suami jadinya malah lebih nyaman dengan usaha kurus komputer. Untuk warnet tergantung permintaan saja, dan itu pun dengan syarat, bukan untuk game online dan fesbukan (bagi anak SD). Prinsip yang harus kami pertahankan adalah tidak semata halal, tetapi juga harus berkah

Aku tidak bisa membayangkan bagimana harus menerima uang pembayaran penyewaan warnet dari tangan anak-anak ini, sementara  para orangtuanya kesusahan menghadapi anak-anak yang kecanduan game online. Apalagi secara ekonomi masyarakat sekitarku bukanlah masyarakat yangn berlebih secara ekonomi. Dan kami merasa, sebagai bagian dari anggota masyarakat,kami juga berkewajiban untuk menjaga masa depan anak-anak di lingkungan ini dari pengaruh buruk. Setidaknya, hal itulah yang kami terapkan dalam prinsip usaha kami. Terserah kalau orang lain mau bilang kami sok idealis.

Tetapi, lagi-lagi aku hanya bisa tersenyum miris ketika beberapa hari yang lalu melewati jalan untuk keluar kampung. Di  sebelah kiri jalan, sekitar 600 m dari rumahku, sudah berdiri usaha warnet baru. Dan warnet tersebut penuh. Penyewanya? Anak-anak kecil yang masih sekolah SD lagi riuh dengan game online-nya. Lagi-lagi aku cuma bisa mengelus dada....


Rebellina Santy

Author, Blogger, Crafter, and Gardener. Informasi pemuatan artikel, Sponsored Post, Placement, Job Review, dan Undangan Event, email ke : rebellinasanty@gmail.com. Twitter/IG: @rebellinasanty

12 komentar:

  1. Setahu saya Mbak Shanty, kalau mendirikan peternakan tidak boleh di lingkungan pemukiman. Benar seringkali prinsip hidup sehat yang sudah kita pegang mendapat hambatan dari lingkungan. Semoga kita terhindar dari perilaku seperti itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mbak. tetapi seperti yangsaya tuliskan, susah untuk menegurnya. akhirnya hanya bisa berdo'a saja pada Allah...

      Hapus
  2. Jaman sekarang nyari yang halal dan berkah emang pahit ya mbak?? :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mbak. mungkin seperti kata Rasul, seperti menggenggam bara api, sehingga saking panasnya serasa ingin melepasnya. tetapi tetap semangat untuk istiqamah.

      Hapus
  3. mungkin sebaiknya pindah rumah saja saja mbak... masih ngontrak atau sudah rumah sendiri? kalau rumah sendiri memang jadi ribet ya.. gak bias main pindah aja. sabar ya mbak.. :)

    BalasHapus
  4. memang solusinya seperti itu Mbak, tapi penerapannya sulit karena ini sudah rumah sendiri. sebenarnya tulisan ini dimaksudkan untuk memberi edukasi diri sendiri dan orang lain agar berhati-hati dalam berusaha untuk sumber nafkahnya. Agar sumber nafkah untuk keluarganya itu benar-benar halal dan berkah, karena dalam pelaksanaannya tidak ada hak orangn lain yang terzholimi. terima kasih udah mampir ya. aku folbek blognya ya

    BalasHapus
  5. Sebenarnya itu menyalahi aturan loh apalagi itu usaha menengah keatas. Semoga usaha mbak lina lancar ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mbak Hana. tapi sulit menegurnya karena faktor yang sudah saya tulis tersebut. Aamiin untuk do'anya. TIdak hanya lancar, tetapi berkah :)

      Hapus
  6. SubhanaAllah...tersentuh membaca ceritanya...yg sabar ya mb...smg Allah mengabulkan doa doa muliamu...Amiin YRA..yg penting jgn sampai membalas menyakiti tetangga ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mbak. amunisi sabar bahkan harus ditambah, karena sekarang bukan saja bau, lalat, tetapi juga bnagkai ayamnya yang dibuang sembarangan pun, sering kali mampir di halaman belakang karena dibawa kucing-kucing liar.

      Hapus
  7. Sama nih. . Solusinya gmana mbak.?

    BalasHapus
  8. Assalamualaikum mb.. hiks sama nie.. tetangga sebelah rumahku juga meliara hampir 300 ekor ayam.. makin kesini baunya makin menyengat dan ditambah rumah jd banyak lalat.. saking jengkelnya aku udah gak pernah belanja ke tetanggaku itu lagi, kebetulan beliaunya buka warung kelontong. Pinginnya sabar tapi apa daya aku hanya manusia biasa.. tiap pengen marah, ak cuma doa semoga usahaku selalu diberika keberkahan jangan sampai mengusik orang lain.. aaamii

    BalasHapus

Halo...
Thanks ya uda mau mampir dan kasih komentar di blog Rebellina Santy. Komentar kamu berharga banget buat saya.

Salam
Reni Susanti