ilustrasi dari Google |
Kekerasan yang pelakunya
anak-anak, demikian marak akhir-akhir ini. Miris rasanya membaca berita atau
menontonnya lewat televisi, bagaimana bocah-bocah yang harusnya masih polos
tersebut, sudah sanggup melakukan tindak kriminal, mulai dari pencurian, pemerkosaan, bahkan
pembunuhan keji. Seperti baru-baru ini, ramai diberitakan pembunuhan oleh
seorang bocah usia 8 tahun terhadap temannya yang masih berusia 6 tahun hanya
karena hutang seribu rupiah. Cara pembunuhannya pun tergolong sadis untuk
seusianya, yakni dengan membenamkan korban ke dalam air berulang kali sampai
korban akhirnya tewas.
Maraknya kasus kriminal di mana
pelaku dan korban adalah anak-anak, menunjukkan bahwa kondisi kehidupan sosial
keluarga dan masyarakat sudah di luar kenormalan. Fungsi keluarga, kontrol
masyarakat , dan aturan hukum untuk melindungi anak-anak ini semakin
melemah. Penyelesaian masalah ini bukan
hanya sekedar mengganjar pelaku dengan hukuman seberat-beratnya, karena di satu
sisi mereka masih anak-anak, namun memerlukan perubahan 180 derajat pada
tatanan kehidupan sosial masyarakat.
Faktor Penyebab Prilaku Kriminal Oleh Anak Terhadap Anak
Faktor Penyebab Prilaku Kriminal Oleh Anak Terhadap Anak
Peristiwa kriminal yang melibatkan anak sebagai pelaku dan
juga korban dipicu oleh berbagai kondisi.
Kondisi rumah yang tidak layak dan keluarga yang tidak harmonis,
perceraian yang menimbulkan konflik berkepanjangan antara suami istri,
kesulitan ekonomi, pendidikan ruhani yang tidak memadai merupakan sebagian besar faktor internal terjadinya tindak kriminal
oleh anak terhadap anak. Sementara di sisi lain, rangsangan dari lingkungan
sedemikian besar. Materi-materi pornograpi dan pornoaksi baik film, majalah,
dan media lainnya begitu mudah diperoleh. Pemberitaan di media televisi yang
demikian gamblangnya menyuguhkan kekerasan berikut caranya, demikian mudah
diakses anak-anak tanpa adanya pengawasan ketat dari keluarga. Tentu semua ini
sangat mempengaruhi pemikiran anak-anak
yang masih terbatas nalar dan pemahamannya.
Lemahnya pengawasan masyarakat dalam melakukan kontrol sosial, juga memiliki
andil dalam peningkatan prilaku kriminal oleh Anak terhadap Anak ini. Nilai-nilai kebebasan yang diusung HAM,
malah membuat masyarakat terpasung untuk menghilangakan kemungkaran. Masyarakat
cenderung mencari selamat untuk keluarga mereka sendiri, dan bersikap tidak
peduli pada yang lainnya, sepanjang tidak menganggu keluarganya. Begitupun dengan sikap negara yang
membiarkan kebebasan atas nama HAM
dan penerapan system hukum yang mandul,
semakin melemahkan perlindungan terhadap anak-anak ini. Alhasil, tatanan sistem
yang rusak ini merupakan salah satu faktor terbesar terjadinya tindak kriminal
oleh anak terhadap anak.
Perlindungan Dan
Pencegahan Terhadap Anak Dari Menjadi Pelaku dan Korban Kriminal
Peranan Orangtua dan Keluarga
Sebagai pihak pertama yanag bertanggung jawab terhadap
eksistensi anak, tentunya orangtua yang pertama kali berkewajiban untuk merawat, mengasuh, melindungi, dan mendidik anak-anak mereka.
Penanaman nilai-nilai agama dan ketakwaan sejak dini, merupakan landasan bagi anak-anak ini untuk
mengetahui konsep benar dan salah.
Orangtua di tuntut untuk memberi contoh teladan yang baik. Tidak
menjadikan perbuatan yang tidak baik sebagai hal-hal lucu yang malah mendapat
apresiasi dari orangtua dan lingkungan. Misalnya saat anak berkata-kata kotor,
merokok, suka memukul, dan melakukan bully terhadap anak lain.
Sejak awal harus ada
deteksi dini dari orangtua terhadap prilaku yang memungkinkan menjadi potensi
negatif terhadap anak kedepannya.
Nasehat, dan bicara dari hati ke hati untuk meluruskan sikap yang salah dari anak tersebut, bahkan kalau perlu
memakai jasa tenaga ahli untuk meluruskan kembali prilaku negatif anak,
misalnya jasa psikolog. Bukan malahan menjadikan prilaku negatif anak
tersebut sebagai hal yang lazim, bahkan
lucu karena alasan anak tersebut masih kecil. Ingatlah, prilaku negatif yang
terbiasa dilakukan dari kecil tanpa adanya teguran dan tindakan pencegahan dari
orangtua dan lingkungan, akan memudahkan anak menjadi pelaku tindak kriminal
ke depannya, karena anak tidak memiliki konsep salah dan benar yang seharusnya.
Pemberdayaan Pengawasan Lingkungan dan Masyarakat
Sekitar
Sikap masyarakat dan lingkungan sebagai alat kontrol sosial,
harus kembali disosialisasikan ke publik. Selama ini masyakat dan lingkungan
sekitar semakin kehilangan fungsinya sebagai alat kontrol sosial. Masyarakat
cenderung apatis, dan bersikap tidak mau tahu. Alasannya, tidak enak
mencampuri urusan orang lain. Tidak hanya itu,
bahkan untuk menegur sikap anak yang nyata-nyata salah di depan mata,
lingkungan dan masyarakat sekitar, sudah jarang kita temui. Padahal, pembiaran
sikap negatif yang dilakukan orang lain justru berpotensi merugikan diri kita
sendiri dan keluarga, termasuk anak-anak. Bisa jadi, anak kita lah yang menjadi
korban, atau malah menjadi pelaku karena andil kita mendiamkan lingkungan kita
yang berprilaku negatif
Masyarakat dan lingkungan harus aktif berperan memantau
potensi-potensi negatif yang mungkin saja berkembang di kalangan anak-anak.
Selain rasa kepedulian dan empati terhadap sesama dan terutama anak-anak,
lingkungan dan masyarakat juga harus mengadakan sistem terpadu yang bertujuan
melindungi anak dari pengaruh negatif lingkungan. Misalnya, aktif untuk
menjadikan wilayah lingkungan sebagai daerah yang bersih dari prostitusi, seks
bebas, perjudian, dan tempat jual beli obat-obat terlarang. Peran
aktif anggota masyakarat dalam turut mengamankan lingkungan tempat tinggal,
membuat potensi anak untuk terkontaminasi hal-hal negatif yang mempengaruhi
pemikiran dan sikapnya, akan tertutup.
1.
Peranan Pemerintah Sebagai Pelindung Rakyat
Kalau dari faktor internal peranan orangtua sangatlah
penting, maka faktor eksternal yang tak kalah pentingnya adalah pemerintah. Pemerintah
berkewajiban memberi rasa aman dan tentram bagi rakyatnya, terutama anak-anak
sebagai cikal bakal penerus bangsa.
Namun tekanan atas
nama kebebsan dan HAM menjadikan pemerintah seperti mandul dalam peranannya menciptakan
generasi penerus bangsa yang tangguh. Undang-undang yang dibuat untuk
melindungi anak, sebatas cuma penerapan hukum. Tidak menyentuh akar persoalan
yang sudah rusak sampai pada tatanan dasar. Bagaimana penerapan hukum bisa
diterapkan bila sumber persoalannya tidak ditangani? Lihat saja, materi-materi
pornografi, pornoaksi, tayangan dan berita yang menyuguhkan kekerasan visual
dan verbal, demkian mudah diakses siapapun, termasuk anak-anak di bawah umur. Belum lagi kebebasan yang kebablasan demkian mudah kita
temui dalam kehidupan sehari-hari dan anak-anak mau tak mau menyaksikannya dan
lebur di dalamnya karena faktor lingkungan.
Harusnya pemerintah, selain menyediakan sangsi untuk pelaku
kejahatan terhadap anak, juga menutup segala akses yang membuat rakyat umumnya
dan anak-anak khususnya semakin
kebablasan dalam kebebasan. Misalnya, menutup pabrik minuman keras,
membatasi peredaran rokok dan kalau bisa juga menutup pabriknya, membuat aturan
yang ketat terkait kebebasan media, pornografi dan pornoaksi, menutup
lokalisasi pelacuran, dan banyak lagi.
Selain itu, pemerintah bisa menyediakan fasilitas untuk
mengembangkan potensi positif anak-anak dengan menyediakan sarana dan prasarana
olahraga, akses menikmati pendidikan murah namun berkualitas, peningkatan ekonomi rakyat kecil, memberdayakan
kaum muda dalam kegiatan positif, dan banyak lagi. Hal ini hanya bisa dilakukan
oleh pemerintah, karena pemerintah yang memiliki kuasa untuk membuat
undang-undang. Undang-undang dibuat tentunya untuk kesejahteraan dan
bermanfaat bagi rakyat, bukan untuk golongan tertentu atau pihak-pihak
tertentu yang diuntungkan dengan adanya undang-undang buatan pemerintah, namun
sebaliknya, merugikan rakyat dan membawa pengaruh negatif buat masa depan
anak-anak.
Melihat maraknya
kejahatan kriminal oleh anak terhadap anak, tidak bisa dilihat sebatas
permukaan, semisal, hanya dengan melihat kondisi ekonomi keluarga dan pelaku.
Banyak mata rantai yang berkaitan yang memerlukan penanganan serius untuk
mengurai akar penyebab mengapa masalah ini kian meningkat. Dan untuk ini
dibutuhkan keseriusan, kerjasama, dan
kesinambungan dari peran serta
orangtua dan keluarga, lingkungan dan masyarakat, serta pemerintah.
Hmm... sangat miris ya Mbak Rebellina, hampir semua faktor yang disebut di atas sudah kehilangan fungsinya. Apalagi mengharap peran pemerintah, boro-boro. Yang jelas media massa sekarang menjadi alat penyebar kejahatan yang besar. Jadi orang tua harus ketat mengawasi penggunaan internet dan mengontrol tontonan dan bacaan anak. Saya nangis terus waktu ikut sebuah seminar dengan tema mendidik anak di era digital. Sangat ngeri melihat banyaknya kejahatan dengan pelaku anak2 usia SD di negeri ini. Oh...
BalasHapusIya Mbak. Masyarakat sekarang cenderung apatis. Hanya memikirkan diri sendiri. Peran pemerintah pun semakin kehilangan gregetnya. Sepertinya perlu diadakan gerakan sistematis untuk menyembuhkan negara ini secara keseluruhan. Bukan sekedar menuntaskan persoalan yang 'hanya terlihat' semata.
Hapus