sumber foto: credit |
Heboh tentang anak durhaka yang menuntut ibunya 1 M di
pengadilan, membuka kembali kenangan lama saya sekitar 11 tahun silam. Saat itu
saya baru menikah, dan sesuatu memaksa saya pulang kampung ke kota asal untuk
menyelesaikan urusan yang berat.
Gambar dan berita dari sini |
Di kampung halaman, saya mengalami shock. Padahal saat itu
saya sedang hamil muda. Untungnya tidak berakibat fatal ke janin anak sulung
saya. Bagaimana tidak shock? Saya dihadapkan pada hutang puluhan juta rupiah
yang harus saya lunasi. Cicilan motor dan mobil sudah beberapa bulan tidak
dibayarkan ke leasing. Padahal saya selalu teratur mengirim uang untuk membayar
semua tagihan tersebut. Belum cukup, ternyata motornya sendiri pun sudah
ditangan orang lain karena digadaikan. Lalu, pinjaman dengan nominal diatas 7
digit pun dilakukan ke rentenir atas nama saya, dengan jaminan surat rumah
milik saya. Belum lagi barang-barang pribadi yang sudah berpindah tangan,
semisal kulkas, mesin jahit, ditambah beberapa perhiasan mas puluhan gram serta
cincin berlian yang semuanya juga disalahgunakan oleh beliau. Pokoknya, hampir
habis tak bersisa.
Motor, mobil, rumah, dan
barang-barang lainnya, itu saya beli
dari hasil usaha saya pribadi. Saya titipkan semua itu ke orang yang saya
sangat tidak prasangkakan untuk menghianati amanah saya ini, saat saya menikah
dan memilih ikut suami ke Bogor. Semua
ini adalah hasil usaha saya saat belum menikah,. Namun ternyata, kalau Allah berkehendak, semua
itu bisa hilang sekejap di tangan orang yang sangat kita percayai dan kita
cintai. Tak cukup dengan semua itu, beliau malah menyambut kedatangan saya
dengan makian dan cacian yang memedihkan hati.
Bisa saja saya berkelit dan tidak mau menyelesaikan urusan
hutang piutang ke pihak ketiga, dan membebankan semuanya kepada beliau yang
memang harusnya bertanggung jawab. Namun saya tidak ingin memperpanjang masalah,
karena beliau adalah orang yang harus saya sayangi menurut agama yang saya
anut, dan juga hutang itu memakai nama saya, walau Allah dan tetangga-tetangga,
serta kerabat dekat tahu yang
sebenarnya. Dan juga saya tidak ingin terpasung oleh urusan hutang piutang yang
tak tuntas. Saya memilih membayar semua hutang-hutang tersebut. Biarlah habis
harta tak bersisa, tapi saya tidak meninggalkan hutang atas nama saya di
kampung halaman. Harta bisa dicari, nama baik itu menyangkut harga diri, dan
bagaimanapun beliau adalah orang yang harus saya sayangi dan hormati seumur
hidup saya.
Alhamdulillah, saya
kembali pulang ke Bogor, tanpa hutang lagi, walau sisa uang yang saya bawa
pulang setelah menjual semuanya, sangat tidak memadai dibanding aset yang
semula saya miliki. Saya berpikirnya positif saja, mungkin ini cara Allah
membersihkan harta saya. Jadi sisa yang saya bawa, itulah harta yang berkah. Apalagi suami saya juga
tak putus memberi dukungan dan nasehat yang menyejukkan hati, bahwa harta dunia
ini hakekatnya hanyalah fana.
Tetapi tak dipungkiri, sesuatu yang hak itu tetaplah hak,
dan bathil adalah bathil. Walau mata manusia bisa diperdaya, namun kebenaran
tetaplah kebenaran di hadapan Allah. Walaupun hutang-hutang semua atas nama saya
sudah saya lunasi, bukan berarti prilaku beliau yang menyalahgunakan amanah
saya itu benar. Apalagi bila dikait-kaitkan dengan hubungan darah. Bukan berarti
kedudukan seseorang secara nasab, memberi orang tersebut hak untuk berbuat semena-mena terhadap nasabnya. Apalagi menyangkut amanah.
Kembali ke kisah Mak Fatimah yang lagi trending topik. Saya
tidak ingin ikut-ikutan menudingkan jari ke anaknya, menyebut anaknya tersebut
orang tidak tahu balas budi, atau pun lagi sebagai anak durhaka. Karena saya berkaca pada pengalaman pribadi sendiri.
Betul Mak
Fatimah sudah renta, dan betul beliau lagi bermasalah di pengadilan dengan anak
kandung dan menantunya. Tapi, saya tidak tahu latar belakang tuntutan tersebut
dan kisah sebenarnya. Harus berhati-hati menyikapi berita ini secara adil
sebelum ikut menudingkan jari. Masalah
keadilan harus ditempatkan dalam porsinya, bukan karena melihat rentanya
usia seseorang atau status nasabnya terhadap orang yang bermasalah dengannya. Tetapi
nilailah berdasarkan hukum islam yang dianut (bagi yang memeluknya).
Kalau saya pribadi, hanya mengkritisi pilihan sikap yang
diambil oleh anak dan menantu Mak Fatimah . Harta 800 juta – 1 milliar memang
terdengar “wow!”. Tapi yakinlah, kalau Allah berkehendak, harta segitu bisa
lenyap seketika, dan bila Dia menghendaki juga, yang lebih besar dari itu bisa
datang seketika juga. Kalaupun lah posisi anak Mak Fatimah dan menantunya ini benar, tak perlu sampai
membawa perkara ini ke meja hijau.Dan bila mediasi tak berjalan sesuai keinginan, megapa tak belajar untuk iklash, menyerahkan semuanya pada Allah, dan membiarkan Mak Fatimah menghabiskan masa tuanya
tanpa harus wara wiri ke pengadilan. Yakinlah, bila itu memang hak kita, pasti Allah tidak diam terhadap keadilan yang dizholimi.Hanya pilihannya adalah, apakah menyandarkan itu pada keadilan pengadilan manusia, atau cara yang lebih baik, terpuji, dan tidak melukai siapapun (kecuali kehilangan 'harta' sementara saja), dengan bersandar penuh pada keadilan Allah. Ini hanya opini pribadi saya.
beginilah semua manusia akan berujung, tak terkecuali. credit |
Keadilan yang sebenarnya, mana yang hak dan mana yang bathil, siapa yang
salah dan siapa yang benar, kelak akan Allah bukakan, tidak saja di akhirat,
namun juga di dunia. Namun berbuat baik pada orangtua, tetap harus dilakukan.
Apalagi harta kita tak akan pernah bisa membeli semua hal yang telah dilakukan
oleh orangtua kita. Yakinlah, Allah tidak buta, tidak tuli dan tidak
tidur terhadap semua yang terjadi. Mungkin ada hikmah dibalik semua peristiwa
ini. Jadi, iklashkanlah…
wah kita memang harus hati-hati ya mbak dalam nitip ke orang lain.. repotnya kalau dia berkhianat gt
BalasHapusintinya, semua orang punya potensi amanah, sama besarnya juga dengan yang erpotensi tidak amanah. Tergantung sikap kita saat dihadapkan pada situasi yang merugikan. Hati-hati , emang sangat perlu Mbak Susan
Hapusbetul ya mak... masalah dlm keluarga alangkah baiknya tdk berurusan dgn meja hijau, lebih baik di musyawahkan saja.
BalasHapusya Mak Santi. Harta tidak usalah bikin keluarga sampai retak. Toh kalau masih rejeki, harta yang sudah diambil orang, bisa diganti olehNya berkali-kali lipat
HapusSeburuk apapun orangtua tetaplah orangtua yg wajib hukumnya utk dihormati, karena sebesar apapun balas budi kita tak akan prnh bisa membalas kebaikan mereka yg telah melahirkan dan membesarkan kita ya mbak... dan dalam harta anak-anaknya ada hak orangtua didalamnya....yg bs setara dg kebaikan mrk adalah bila kita bs membebaskan seorang budak...begitu yg prnh sy baca & pelajari..
BalasHapusbetul Mbak Irowati. Karena besarnya pahala orangtua dalam melahirkan, membesarkan, mendidik anak-anak, makahnya balsan surga.Hanya saja memang, urusan kebenaran tetap harus didudukkan sesuai syariat islam, tentu bagi yang menganutnya. Tetapi lebih baik mengiklashkan bila berbenturan dengan ortu. IMO
Hapusikhlaskan... smg Allah tetap melindungi...
BalasHapusuntuk bisa iklash itu butuh waktu dan perjuangan yang lama, bukan datang tiba-tiba juga. Aamiin, untuk doanya
HapusSubhnallah, keadilan yang sbenar-benar adil hanya ada di akhirat kelak... semoga semua mendapat balasannya amsing-masing ya Allah semoga gak banyak anak yang jadi durhaka aamiin
BalasHapusAamiin, semoga kita semua mempunyai anak danketurunan yang sholih dan sholihah
HapusSalut dengan keikhlasan mbak.
BalasHapustidak seketika Kok Mbak Tatit. Butuh waktu dan proses yang lama dan menanamkan kesadaran yang terus menerus untuk bisa sampai tahaf menerima itu sebagai ketentuan dariNya, setelah kejadian itu.
HapusSemoga ALlah terus tambahkan rezekinya ya mak..Aamiin
BalasHapusAamiin. Terima kasih doanya
HapusKisahnya sangat menyentuh Mbak. Dengan membaca kisah seperti ini, saya jadi lebih legowo dengan kejadian yang juga menimpa saya, yang sebenarnya nggak seberapa jika dibandingkan apa yang menimpa Mbak Santy.
BalasHapussyukurlah bila tulisan ini bisa bermanfaat, salah satunya membuat hati Mbak legowo . Semoga Allah memberi kesabaran yang lebih luas lagi dan kelapangan hati untuk mbak ya, apapun itu masalahnya
HapusSubhanallah.. Sudut pandang yg beda. Iya, kita memang gk bisa asal ngejudge sesuatu ya mak. Semoga apapun itu selaluu diberi keberkahan dari Allah ya mak :)
BalasHapusAamin. Terima kasih untuk do'anya. Memang lebih baik kita tidak usah ikut tunjuk jari, bila tidak faham betul kasusnya
HapusAih Mba... Ternyata yg kualami blm seberapa dibandingkan kisah dirimu :'(
BalasHapusSemoga uang yg hilang tergantikan dg rejeki yg lebih berkah lg ya mba :)
Setiap orang diuji Allah dengan ujian yang sesuai kadar yang sanggup diterimanya. Itulah sebabnya, untuk bersyukur, kitaharus sering-sering melihat penderitaan orang lain. Amiin dan makasih untuk doanya. Alhamdulillah, Allah gantikan dengan suami dan anak-anak yang luar biasa
Hapusbetul mba, biasanya orang yang membaca dari secuil berita saja akan ikut terpengaruh dengan sudut pandang penulis/wartawan tanpa tahu latar belakang sesungguhnya secara lengkap
BalasHapusPenggiringan opini, itu sudah lazim sepertinya. banyak alasan dibalik semua itu, salah satunya, kenaikan rating dan jumlah pembaca.
HapusPengalaman yg luar biasa mak. Sengketa dan hubungan darah..kadang menjadi lebih pelik
BalasHapusTp sikap mak utk memilih mendahulukan tali kekeluargaan ketimbang materi sangatlah mulia. InsyaAllah tdk ada keikhlasan yg sia2
betapa harta seringkali merusak hubungan keluarga, ya. Betul, tidak ada keiklashan yang sia-sia. itu sebabnya iklash itu layak diperjuangkan untuk tumbuh di hati
HapusSalut dgn kebesaran hati mbak yg ikhlas mnerima. Saya hrs bny belajar dr mba dlm urusan spt ini. Ikhlas kuncinya, tp berat dipakainya. Nice post n salam kenal
BalasHapusiklash itu emang mudah nulisnya, berat aplikasinya. saya juga butuh waktu lama dan perjuangan untuk bisa mengiklashkan kejadian itu Mbak. Terima kasih ya sudah berkunjung, dan salam kenal
HapusApapun yang menimpa diri kita, Tuhan Yang Maha Kuasa pasti sudah menyediakan solusinya pada saatnya.
BalasHapussalam mba
betul itu mbak Nefertite. Tidak ada sesuatu yangterjadi tanpa ada hikmah dibaliknya
HapusSubhanallah mak jadi merinding. Betul sekali yg hak adalah hak yg bathil adalah bathil. Allah Maha Adil. Semoga Allah mengganti harta yg hilang dan melimpahkan sabar..
BalasHapusAamiin. Sebenarnya, tulisan yang saya posting itu bermaksud begitu Mbak Kania, bahwa hubungan darah tidak bisa menjadi justifikasi pembenaran sikap kita bila itu menyangkut sesuatu yang hak dan bathil. tentunya standar hak dan bathil itu berdasarkan Qur'an..Hanya saja, kalau konflik terjadi, pilihan ditangan kita, mau berlarut-larut dengan pengadilan dunia, atau menyerahkannya pada Allah. Saya memilih opsi yang ke dua
Hapus