Sebagai orangtua, sama halnya dengan orangtua yang lainnya,
tentunya saya ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anak saya. Salah satunya adalah pendidikan. Bagi saya
dan suami, pendidikan untuk anak-anak adalah prioritas utama, sejajar dengan
kebutuhan primer keluarga. Dan pendidikan utama untuk anak-anak kami adalah
pendidikan agama, beserta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Saya dan suami, ternyata satu pandangan dalam menilai
pentingnya pendidikan untuk anak, yakni tidak menjadikan pendidikan itu semata-mata
sebagai bekal mencari penghidupan untuknya, alias sebagai alat mencari nafkah.
Tetapi terutama sebagai ilmu yang menambah pengetahuan dan wawasannya dalam
meniti kehidupan kedepannya. Untuk sumber penghasilannya, saya dan suami
menekankan pentingnya anak-anak kami untuk menguasai life skill, atau kami
menyebutnya ketrampilan hidup, yang bisa dia gunakan kapan saja, dimana itu
saja, dan dalam kondisi apapun.
Motivasi seperti itu berhasil. Tahun demi tahun
nilai-nilainya semakin bagus, tanpa kami memaksa dia harus belajar mati-matian,
apalagi mengikutkannya pada les tambahan ini itu. Yang kami bimbing dalam metode pembelajaran
untuknya adalah; rajin membaca (bidang non eksakta), dan latihan menyelesaikan
soal-soal, untuk bidang eksakta. Sejauh ini semua berjalan lancar dan guru pun
memuji kemampuan putri kami menyerap pelajaran, mengingat dalam satu semester absennya
bisa di atas 20 hari. (Putri kami ini sering absen sekolah karena fisiknya
kurang fit). Angka-angka di rapornya kemaren menunjukkan perkembangan yang luar
biasa. Tidak ada angka di bawah 8,kecuali satu, yakni untuk mata pelajaran
pendidikan jasmani .
Untuk bekal hidupnya di masa depan, kami lebih menekankan
pentingnya bagi anak-anak untuk menguasa lifeskill, atau ketrampilan.
Ketrampilan berbahasa asing dan komputer sesuatu yang mereka sudah kami terbiasa lakukan sejak kecil, karena kebetulan
suami memang pekerjaannya berkaitan dengan komputer dan bekerjanya juga di rumah.
Sedangkan urusan pengenalan bahasa asing, saya dan suami sesekali menggunakan
bahasa Inggris saat berbicara dan bahasa Arab saat membaca Qur’an dan mengkaji
kajian Islam. Alhamdulillah, untuk bahasa Arab, Inggris, dan komputer,
anak-anakku tidak mengalami kesulitan, setidaknya untuk tahap pengenalan.
Mengoperasikan komputer sudah bisa dilakukan sejak usia mereka 2 tahun lebih.
Begitu juga pengucapan bahasa Inggris lewat lagu anak-anak, dan bahasa Arab
lewat ayat-ayat pendek Alqur’an. Kuncinya adalah pembiasaan dan latihan.
Lifeskill tidak melulu soal ketrampilan berbahasa diluar
bahasa Ibu dan komputer. Bagi kami life skill yang paling utama adalah kemampuan anak bersikap tangguh sejak
dini. Menanamkan sikap tangguh terhadap kehidupan pada anak sejak dini butuh
kesabaran tingkat dewa (lebay deh). Dimulai dari melatih kemandirian. Kemandirian
bukan hanya sekedar mampu mandi,pakai baju, atau makan sendiri. Tetapi bagaimana
juga anak terlatih untuk bekerjasama, bersikap empati dan simpati terhadap
orang lain, rajin, punya inisiatif, kreatif, memecahkan masalah, dan
bersosialisasi.
Mengapa saya katakan itu bagian dari lifeskill? Karena
pembentukan karakter anak yang sejak kecil sudah diajarkan untuk bisa
bersosialisasi, bekerjasama, bersikap empati dan simpati, rajin, punya
inisiatif dan kreatif, itu akan sangat membantunya untuk bisa bertahan
dikehidupan nyata saat dia dewasa kelak.
Untuk mengajarkan ketrampilan hidup itu tak perlu sampai
harus mengikutkan anak di sekolah kepribadian. Bagi kami, caranya adalah dengan
melibatkan anak-anak pada setiap aktivitas yang kita lakukan hari-hari.
Kebetulan saya memang tidak bekerja di luar rumah, dan juga tidak memiliki
pembantu rumah tangga. Karenanya, saya melatih buah hati untuk terlibat dalam
setiap aktivitas di rumah sesuai kemampuan mereka. Membersihkan kamar,
merapikan buku-buku, meletakkan sampah pada tempatnya, meletakkan baju kotor di
keranjang cucian, bahkan menyapu dan menyuci piring kotor pun sudah saya biasakan untuk mereka
lakukan sejak dini.
Aktivitas harian ini bukan semata melatih kemandirian mereka
saja, tetapi juga menumbuhkan sikap empati, simpati, rajin, dan kepedulian
terhadap sekitarnya. Kelak di masa depan, bila mereka harus jauh dari kami,
mereka sudah terbiasa mandiri dan tidak menyulitkan siapa pun.
Ketrampilan hidup lainnya yang sangat perlu ditanamkan dari
sejak kecil adalah, menemukan minat utama di diri mereka, yang bisa
dikembangkan menjadi sumber penghidupan, dan tidak tergantung pada faktor
ijazah akademis. Misalnya, hobi memasak, kerajinan tangan, menjahit, berkebun,
utak atik mesin, dan banyak lagi. Sangat penting menguasai salah satu
ketrampilan hidup yang ditekuni secara serius.
Cara mengetahui minat anak
adalah dengan kita mencontohkan sendiri. Misalnya, saya suka membeli peralatan
untuk prakarya, berupa benang, jarum, kain strimin, kain flanel, pita-pita,
aneka manik, dsb. Lalu, saya buat ketrampilan sederhana di hadapan anak-anak.
Dan saya perhatikan, diantara anak saya mana yang mempunyai minat lebih
terhadap aktifitas tersebut.
Begitu juga dengan aktifitas yang lain, seperti memasak dan
buat kue. Dari situ, saya bisa mengetahui kecenderungan anak saya ke mana,
walau bisa saja minat mereka berubah-ubah kelak. Paling tidak saya sudah memberi
sudut pandang baru di kehidupan mereka, tidak melulu menjejalkan pendidikan
berbasis nilai saja.
Saya sering melihat di sekitar saya, dalam kehidupan nyata
orang-orang terdekat saya, bagaimana anak yang didik sejak kecil dengan
memenuhi segala kebutuhannya, dimotivasi untuk meraih prestasi akademik dan
prestasi membanggakan secara duniawi, tapi tanpa dilatih untuk menjadi generasi
yang tangguh siap uji dalam berbagai cobaan kehidupan, kemudian besarnya tumbuh tanpa menjadi
‘apa-apa’, kecuali dengan latar belakang sederet prestasi berupa nilai tinggi
di atas kertas. Anak generasi manja,
demikian saya menyebutnya, tumbuh kemudian dengan minim kreatifitas, passif terhadap perubahan, serta cenderung
bersifat menunggu.
Ah.., saya sendiri tak tahu ke depannya anak saya akan
bagaimana nantinya. Tapi setidaknya, sejak kini, selain penanaman akidah dan
pemahaman agama beserta contoh nyata dari kami selaku orang tuanya, juga kami
berusaha sudah menanamkan ketrampilan hidup dan sifat-sifat tangguh kedalam diri mereka kelak,
sebagai bekal bagi mereka untuk meniti masa depannya.
Bener bgt mak...sy dan suami jg kerja dirmh,jd dia tau apa sj yg dikerjakan ortunya, dia menyukai IT spt bpknya & menyukai memasak & craft spt sy, yg terpenting pendidikan akidah & akhlaknya, dr kecil sekul di umum,SD ikut exkul melukis,smp gabung dg PMR,membuat empati & sosialisasinya tumbuh dg baik, wkt smu sy masukkan pondok, krn mnrt km diwkt2 usia itu anak bth dorongan spiritual yg kuat, krn dimasa itu gelombang pengaruh luar sgt bsr apalg jaman skrg. Semoga anak2 kt menjd pribadi yg tangguh,mandiri & punya empati ya mak...
BalasHapusiya, mak. fondasiyang harus kuat ditanamkan adalah agama, terutama akidah dan akhlaknya. kalau itu sejak awal berantakan, maka ilmu seluas lautan yang dimiliki anak, jadi tidak membawa kebaikan. ya enggak?
Hapusiya mak...betuuuuull banget...
HapusKadang nggak sabar pengen punya momongan dan ajarkan banyak hal...
BalasHapus:)
Apalagi pas baca postingan mbak ini... :)
berarti mbakdiberi kesempatan oleh Allah untuk banyak menimba ilmu dan menikmati masa pacaranlebih lama dengan suami, hehehe
Hapuskomplit mba.. masih banyak yang harus arin pelajari dan lakukan bersama Amay ya? hehe..
BalasHapusoh iya, Rin. justru saat dia masih kecil, menanamkan hal positif itu sangat bermanfaat kelak untuknya. aku suka komenmu di salah satu postingan fb ttg membiarkan anak melakukan sesuatu, walau untuk itu kita agak repot setelahnya. kalau sekali dilarang, jadinya dia malah malas melakukannya lagi (postingannya lupa yg kapan)
Hapusitu di IIDN juga mba, ada yang tanya tentang kemandirian (mba ika). ehiya, itu jd ide tulisan untuk dikirim lagi, hehehe... udah sepakat jg sama mba ika, wkwkwk
Hapussetelah menanamkan akidah, ibadah dan akhlak yg itu dilakuakan sepanjang umur, anak-anak juga dilatih untuk selalu bertanggung jawab, diberi kesempatan untuk menambil keputusan dan aktualisasi diri.
BalasHapuskita bisa berbagi, anak saya 6 orang, Alhamdulillah setamat sltp mereka sdh bisa dilepas, mandiri, merantau jauh, bahkan yang kedua usia 16 dpt beasiswa belajar ke Turki.
Menanamkan life skill tidak mudah, bagaimana kita menanamkan kepada anak kemandirian, tanggung jawab, berani n trampil mengambil keputusan, pandai bernegosiasi, dsb
wah, saya harus lebih berguru lagi kepada Ibu Neny Suswati, karena pengalamannya jauh melampaui saya. memang, melatih anak mandiri itu walau tidak mudah, hasilnya sangat berguna untuk hidupnya sendiri juga ya Bu, dan tentu meringankan kita juga
Hapuskalau anak punya ketrampilan, setidaknya dia sudah punya bekal untuk ke depannya, ya :)
BalasHapusiya mbak. itu yang sedang kami tanamkan, diluar pendidikan formalnya
HapusSaya sependapat Jeng
BalasHapus1. Pendidikan adalah untuk menuntut ilmu bukan mengejar ijasah, apalagi mendewa-dewakan sampai menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya.
2. Orang berilmu derajatnya tinggi.
3. Niatkan menuntut ilmu utuk ibadah agar barokah dan tetap pada koridor yang benar.
4. Anak2 juga busa diarahkan ueyukm mempunyai hobi yang bermanfaat, syokur jika kelak bisa menjadi alat untuk menjemput rezeki.
5. Di atas segalanya moral dan akhlak mereka harus dibina sejak dini.
Salam hangat dari surabaya
Aduh, maaf beberapa salah ketik
Hapusya Pakdhe. suka miris saja melihat paradigma pendidikan jaman sekarang. soal typo, gpp. saya juga biasa begitu.
Hapus