Gado-Gado Kedua Di Femina: Bun Tu Si

Naskah Gado-gado yang ini saya kirim hanya berjarak 5 hari dari naskah Gado-gado pertama yang berjudul Lho Kok Ayah Ada Dua? Saya mengirim Bun Tu Si ini tanggal 8 Mei 2013 lalu, dan alhamdulillah dimuat di Femina edisi no 02, Januari 2014 lalu. 
   
Proses pemuatan naskah ini terbilang lebih cepat dari yang pertama. Dapet telpon dari sekertaris redaksi Femina di awal-awal Januari, yang menanyakan keabsahan tulisan ini benar karya saya, bukan plagiasi dan belum dimuat di media manapun. Dan selagi saya menunggu (seperti proses pemuatan pertama) file yang harus saya tanda tangani, ternyata beberapa hari kemudian dapet sms dari mbak sekertaris bahwa Bun Tu Si akan dimuat di Femina No 02,11 - 17 Januari 2014. 
www.rebellinasanty.blogspot.com
Femina, edisi 02, 11-17 Januari 2014

Bila di Gado-Gado pertama yang dimuat adalah naskah yang bertema supranatural, maka Bun Tu Si bercerita tentang kebiasaan saya sehari-hari yang saya lakukan dengan suami, anak-anak, dan ke tetangga.  Seperti judul rubriknya, Gado-Gado, rubrik ini memang menerima kisah dengan beragam genre (atau tema, sih?). Asal cara mengemasnya (baca: menulisnya) sesuai dengan gaya Femina. Untuk tahu gaya Gado-Gado Femina, memang tidak ada pilihan lain selain membaca rubrik tersebut secara intens.

Untuk naskah Bun Tu Si, ternyata lumayan banyak mengalami pengeditan, terutama kalimat yang tidak efektif. Jadinya banyak kalimat tidak efektif yang dipangkas redaksi Femina. Wah, saya harus lebih intens lagi belajar mengenai masalah kata/kalimat efektif nih.



Berikut ini saya ikutkan naskah asli yang saya kirimkan ke Femina, dan naskah yang dimuat di majalah tersebut. Sama halnya sharing saya beberapa waktu yang lalu di naskah gado-Gado; Lho, Kok Ada Dua?, warna biru di tulisan asli dan merah pada tulisan yang dimuat menandakan bahwa kata-kata/kalimat tersebut mengalamai perubahan atau diedit oleh pihak redaksi. Semoga yang saya sharing kali ini bisa membantu teman-teman yang hobi menulis untuk lebih efektif menggunakan kata/kalimat.

Naskah Asli Bun Tu Si
 Bun Tu Si
Menyingkat kata dan memberi istilah khusus  saat berbicara adalah hal yang lumrah di tempat asal saya,Medan.  Misalnya menyebut nilai lima puluh disingkat dengan limpul, lima ratus dengan limrat, minta atau bagi dengan balen, dan masih banyak lagi. Dan itu terbawa-bawa oleh saya walau sudah ikut suami pindah ke daerah lain. Suami sendiri sampai kini masih terkaget-kaget dengan singkatan dan istilah khusus yang saya pakai saat berbicara dengannya dan anak-anak, walau sudah sepuluh tahun saya berdomisili di kota Bogor. Seperti misalnya saat makan bersama anak-anak.

            “Ayo dong, Sayang…Makannya jangan belafonte begitu…,” kata saya pada si bungsu yang masih berusia dua tahun setengah.

            “Wah apa lagi tuh, Bun?” tanya suami dengan alis sebelah yang terangkat. Saya tahu tentunya yang dia maksud adalah apaan tuh arti belafonte. Belafonte adalah istilah yang saya gunakan sebagai ganti dari kata belepotan.

            Lain waktu, saat saya belanja di tukang sayur langganan. “Mang, kok enggak ada cemon?” tanya saya pada mamang tukang sayur sambil mengubek-ubek tumpukan bungkusan plastik  ceker (kaki) ayam . Tentu saja si Mamang tukang sayur enggak ngerti bahan makanan apa pula itu cemon.

            “Ibu mau pesan cemon? Nanti saya coba cari di pasar ya Bu. Bentuk cemon seperti apa ya, Bu?” tanya si Mamang dengan polosnya. Hampir saja meledak tawa saya saat itu kalau saja tidak melihat bahwa ibu-ibu lain yang juga belanja bersama saya menanyakan hal yang sama. Bahan apa pula cemon itu? Tentu saja dengan senyum dikulum saya menjelaskan bahwa cemon itu ceker yang besar-besar dan gemuk sehingga saya menyebutnya dengan ceker montok, alias cemon! Kini, istilah cemon buatan saya menjadi ngetop di kalangan ibu-ibu langganan Mamang tukang sayur.

             Persoalan singkat menyingkat kata ternyata bisa jadi bahan candaan saya dengan putri sulung saya ini. Ini kerap kami lakukan di jalan,  saat giliran saya yang harus menjemput anak sulung saya tersebut dari sekolahnya.

            “Durkit dong, Kak. Bun jadi susah nih kalau Kakak mendesak maju begitu…” kata saya pada putri saya yang duduk di boncengan belakang. Posisi duduknya yang terus merangsek maju menyulitkan saya yang membawa motor. Durkit  adalah singkatan dari mundur sedikit, agar dia mau menggeser duduknya lebih ke belakang.

Lain waktu, dianya yang malah meniru gaya saya dengan menyingkat-nyingkat kata,”Awas  Bun, di depan ada poltid!” Tahu khan yang dimaksud dengan poltid? Poltid adalah singkatan dari polisi tidur.

            Gara-gara singkat menyingkat ini pula yang membuat panggilan kesayangan kami untuk putra  kedua saya menjadi ngetop, tidak hanya di lingkungan rumah, tetapi juga sampai di sekolah kakaknya. Ceritanya, saat dia masih menjadi satu-satunya putra laki-laki di keluarga kami, saya memanggilnya dengan panggilan kesayangan Baboy. Baboy sendiri singkatan dari Bang dan Boy. Dan kegiatan favorit Baboy adalah ikut diboncengan motor saat suami  mengantarkan kakaknya ke sekolah. Lama kelamaan teman-teman dan sebagian guru di sekolah si kakak, mulai mengenal dan ikut-ikutan memanggilnya dengan sebutan Baboy. Itu karena si kakak sendiri selalu memperkenalkan adiknya kepada teman-temannya dengan nama: Baboy. Panggilan itu melekat sampai kini walau Baboy bukan lagi anak laki-laki satu-satunya di rumah ini sejak kelahiran adik bungsunya dua setengah tahun silam.

            Reputasi saya suka menyingkat kata, akhirnya menyebar ke keluarga besar kami. Bermula dari kedatangan keluarga besar  lengkap dengan para keponakan yang sebaya dengan anak-anak saya. Sebagai tuan rumah yang baik, saya coba mencari tahu makanan kesukaan para ponakan. Ternyata tidak jauh beda dengan anak-anak saya. Maka, begitu waktu makan tiba, saya pun dengan antusias menawarkan pada para ponakan  ini menu favorit mereka.

            “Ayo bocil-bocil…, makan yuk. Bunda sudah buatkan menu sup cemon dan goryam!”

            Kontan saja keluarga besar terheran-heran. Sejak kapan para keponakan berganti nama menjadi bocil dan apa pula menu sup cemon dan goryam.  Setelah dijelaskan, bahwa bocil itu adalah singkatan dari bocah cilik, sup cemon adalah sup ceker ayam yang montok, serta goryam adalah goreng ayam, barulah mereka faham dan  geleng-geleng kepala. “Ada-ada aja Si Bunda ini,” kata adik ipar  berkomentar.

            “Iya. Bun tu si  ok lho  kalau menyingkat kata,” timpal suami senyum-senyum di kulum. Pandangannya terarah kearah saya penuh arti. Kontan saja yang lain ramai-ramai bertanya apa tuh  bun tu si. Suami pun menerangkan kalau bun tu si itu singkatan dari bunda tukang singkat, julukan yang menjelaskan kebiasaan saya menyingkat-nyingkat kata.  Oaala, ternyata suami saya ketularan kebiasaan saya. Gara-gara singkatan yang dilekatkan suami pada saya, sampai kini saya kerap dipanggil dengan Buntusi oleh anak-anak dan keluarga besar kami.



Hasil Tulisan Yang Dimuat di Gado-Gado Femina
www.rebellinasanty.blogspot.com
Femina No 02, 11 - 17 Januari 2014

Bun Tu Si

Menyingkat kata dan memberi istilah khusus  saat berbicara adalah hal yang lumrah di tempat asal saya,Medan.  Misalnya menyebut nilai lima puluh disingkat dengan limpul, lima ratus dengan limrat, minta atau bagi dengan balen, dan masih banyak lagi.

Dan kebiasaan itu terbawa-bawa oleh saya walau sudah ikut suami pindah ke kota lain. Suami sendiri sampai kini masih terkaget-kaget dengan singkatan dan istilah khusus yang saya pakai saat berbicara dengannya dan anak-anak, walau sudah sepuluh tahun saya berdomisili di kota Bogor.

Seperti misalnya saat makan bersama anak-anak. “Ayo dong, Sayang…Makannya jangan belafonte begitu…,” kata saya pada si bungsu yang masih berusia dua tahun setengah.

            “Wah apa lagi tuh, Bun?” tanya suami dengan alis sebelah terangkat. Belafonte adalah istilah yang saya gunakan sebagai ganti dari kata belepotan, he..he..he...

            Lain waktu, saat saya belanja di tukang sayur langganan. “Mang, kok enggak ada cemon?” tanya saya sambil mengubek-ubek tumpukan bungkusan  ceker (kaki) ayam . Tentu saja si Mamang tukang sayur enggak ngerti apa yang saya maksud dengan  cemon.

            “Ibu mau pesan cemon? Nanti saya coba cari di pasar ya Bu. Bentuk cemon seperti apa ya, Bu?” tanya si Mamang dengan polos, penuh atensi.Ups, hobi saya menyingkat kata sedang kumat, dengan senyum- senyum saya menjelaskan bahwa cemon itu ceker yang besar-besar dan gemuk sehingga saya menyebutnya dengan ceker montok, alias cemon! Kini, istilah cemon buatan saya menjadi ngetop di kalangan ibu-ibu langganan Mamang tukang sayur.

             Persoalan singkat menyingkat kata ternyata bisa jadi bahan candaan saya dengan putri sulung saya ini. Lumayan perintang macet saat menjemputnya dari sekolah.

            “Durkit dong, Kak. Bun jadi susah nih kalau Kakak mendesak maju begitu…” kata saya pada putri saya yang duduk di boncengan motor. Posisi duduknya yang terus merangsek maju menyulitkan saya yang membawa motor. Durkit  alias mundur sedikit.

Lain waktu, si kakak  yang malah meniru gaya saya dengan menyingkat-nyingkat kata,”Awas  Bun, di depan ada poltid!”

            Gara-gara singkat menyingkat ini pula yang membuat panggilan kesayangan kami untuk putra  kedua saya menjadi ngetop, tidak hanya di lingkungan rumah, tetapi juga sampai di sekolah kakaknya.
Ceritanya, saat dia masih menjadi satu-satunya putra laki-laki di keluarga kami, saya memanggilnya dengan panggilan kesayangan Baboy, singkatan dari Bang dan Boy. Kegiatan favorit Baboy adalah ikut diboncengan motor saat suami  mengantarkan kakaknya ke sekolah.

 Lama kelamaan teman-teman dan sebagian guru di sekolah kakaknya, mulai ikut-ikutan memanggilnya dengan sebutan Baboy. Itu karena si kakak sendiri selalu memperkenalkan adiknya kepada teman-temannya dengan nama: Baboy. Panggilan itu melekat sampai kini walau Baboy bukan lagi anak laki-laki satu-satunya di rumah ini.

            Reputasi saya suka menyingkat kata, akhirnya menyebar ke keluarga besar kami. Bermula dari kedatangan keluarga besar  lengkap dengan para keponakan yang sebaya dengan anak-anak . Sebagai tuan rumah yang baik, saya coba mencari tahu makanan kesukaan para keponakan. Ternyata tidak jauh beda dengan anak-anak saya. Maka, begitu waktu makan tiba, saya pun dengan antusias menawarkan menu favorit mereka.

            “Ayo bocil-bocil…, makan yuk. Bunda sudah buatkan menu sup cemon dan goryam!”  Bocil alias bocah kecil dan goryam adalah si goreng ayam. Ha..ha..ha..ha..“Ada-ada aja Si Bunda ini,” kata adik ipar  berkomentar.

            “Iya. Bun tu si  ok lho  kalau menyingkat kata,” timpal suami senyum-senyum Kontan saja yang lain ramai-ramai bertanya apa tuh  bun tu si. “Itu singkatan dari bunda tukang singkat,” jelas suami sambil tertawa. Oaala, ternyata suami saya ketularan kebiasaan saya. Gara-gara singkatan yang dilekatkan suami pada saya, saya juga jadi dipanggil Buntusi oleh keluarga besar kami.

Sama seperti do’a saya saat Gado-Gado pertama saya dimuat di Femina, semoga akan ada hasil tulisan saya yang akan dimuat lagi. Dan berharapnya, bukan hanya Gado-Gado lagi, tapi merambah ke cerpen, cerber, novel, buku solo dll. Duh.., banyak banget impiannya ya. Semoga Allah mengabulkan dan semesta mendukung. Aamiin.




Rebellina Santy

Author, Blogger, Crafter, and Gardener. Informasi pemuatan artikel, Sponsored Post, Placement, Job Review, dan Undangan Event, email ke : rebellinasanty@gmail.com. Twitter/IG: @rebellinasanty

22 komentar:

  1. Bentar tertawa dulu sebelum komen :v
    Asyik dapat ilmu gratis buat nulis gado-gado lagi. Keren, Mak, Selamaaatt!

    BalasHapus
  2. sama juga Mak, selamat untuk Gado-Gado yang dimuat ya.. Ditunggu sharingnya :)

    BalasHapus
  3. weis, panjang jg daftar antrinya ya mbak santy, dr mei sampe januari apa ada dikabari mbak? jgn2 klo terlalu lama bs sj kita perpikir naskah ditolak dan dikirim ulang k majalah lain.

    BalasHapus
    Balasan
    1. mei kirim, dapet imel bahwa naskah sudah diterima Femina dan dalam pertimbangan itu Juli. lalu pemberitahuan di muatutk yg pertama, Oktober, tayangnya November. dan yang kedua, cepet prosesnya Mbak. minimal 6 bulan. kalau tdk ada pemberitahuan akan lolos tayang, berarti tdk dimuat :)

      Hapus
  4. ha ha...baru sempat baca ini mbak...lucu juga ya...pingin nulis ke gado-gado belum punya ide...:(

    makasih sharing ilmunya ya mbak Retik...*hayo singkatan dari apa? hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahaha, anggap saja Retik singkatan dari Rebellina cantik, (tutup muka, kaboor!!). anywat tq. dirimu sudah berhasil bikin buku solo, sesuatu yang aku belum bisa. semua orang punya footstepnya sendiri-sendiri ya. saling mendoakan :)

      Hapus
  5. hihihihi...saya kdg juga suka begitu..dan kadang istilah "nyeleneh" itu malah jd pengakrab kita dgn org2 baru lho mak...saya suka mengggunakan kata "sereben" untuk seribu..."terlabik" untuk terbalik, "jengki" untuk jengkol...kadang sya juga suka mensosialisasikan bahasa minang di tempat domisili saya srkg kota tanjungpinang, spt kata ciek yg artinya satu sya suka bilang 'ciat" hihihi..."ondes mandas" untuk kata ondeh mandeh hehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul Mak. ngomong ala begituan bikin suasana santai, iya enggak?

      Hapus
  6. sukaaa bangeeet!

    jadi punya ide juga ihihii..inspiratif banget :)

    BalasHapus
  7. Hahaaaa...ceritanya lucuuuuuu kakak.
    Memang bagus dan layak muat :D
    Jadi ingat di Aceh, kalo bilang lima puluh, limpul juga. trus kami juga bilang balen untuk minta/bagi atau minta traktir
    Selamat yaaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. daerah asal kita khan dekatan, jadi tak heran lah kalau banyak yang sama. Masih di Aceh kah?

      Hapus
  8. Balasan
    1. orangnya, apa tulisannya, hehehe.Salam kenal Mbak

      Hapus
  9. Hiihi lucunya si bunda tukang singkat .
    wah terima kasih tulisannya mbak, jadi kepikiran mau kirim utuk rubrik Gdo-Gdo juga nih.

    BalasHapus
    Balasan
    1. ayo...,segera tuliskan dan kirim. Mudah-mudahan dimuat dan bisa hsraing ilmu juga :)

      Hapus
  10. Jebret! Bun Tu Si sip markusip top markotop! Makasih ilmunya ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. terima kasih. aku juga bnayak menimba ilmu dari blogmu :)

      Hapus

Halo...
Thanks ya uda mau mampir dan kasih komentar di blog Rebellina Santy. Komentar kamu berharga banget buat saya.

Salam
Reni Susanti