kembang sepatu, foto pribadi |
Itu sapaan saya setiap membuka pintu belakang, sembari menyerap udara pagi.
Bagi sebagian
orang, saya mungkin dianggap aneh, karena sosok yang saya sapa itu bukan
manusia. Ya, saya menyapa tanaman-tanaman yang ada di halaman belakang. Hal
yang sama sering saya lakukan kalau lagi di halaman depan terhadap pohon
durian, jambu air, mangga, mete dan rambutan.
Sejak rajin bersentuhan dengan tanaman, saya memang terbiasa
menyapa mereka, walau monolog. Entahlah, saya merasa kalau saya memperlakukan
tanaman itu dengan cinta, mereka akan merespon dengan sangat positif. Buktinya,
pohon alpukat. Saya pernah cerita tentang si pohon alpukat yang semula
meranggas. Ceritanya bisa dibaca di sini. Sejak saat itu si alpukat tumbuh
subur, dan mulai rajin berbuah.
Di awalnya si alpukat berbuah cuma 3 butir saja. Buahnya
besar, bijinya kecil, dan daging buahnya tebal, kuning keemasan. Rasanya eunak
banget. Selepas panen pertama tersebut, saya sering menyapa si alpukat dan
berbincang-bincang. Menyemangatinya agar mau berbuah lebih banyak lagi, dan
berjanji akan membagi buahnya ke tetangga terdekat.
foto koleksi pribadi, panen alpukat |
Namun ternyata, perjalanan si alpukat tidak semulus itu.
Bulan Mei tahun 2014 lalu, serangan ulat bulu yang luar biasa membuat si
alpukat merana. Seluruh tubuhnya dipenuhi oleh ribuan ulat bulu. Tak hanya
menyerang si alpukat, ulbul (demikian saya menyngkat si ulat bulu) pun sampai
merangsek maju ke pintu belakang. Kata tetangga-tetangga, pohon alpukat memang
sangat disukai si ulat bulu. Itu sebabnya mereka tak minat bertanam pohon
alpukat.
saat kena serangan ulat bulu, foto pribadi |
Tapi berkat tetangga pulalah saya tahu bagaimana mengusir
hama ulbul dengan metode sederhana. Cukup mengikat batang alpukat dengan
ilalang. Dan ajaibnya, seluruh ulat bulu yang ada di pohon alpukat tersebut,
mendekat semua ke arah ilalang yang melingkari batang pohon alpukat. Lalu, ulat
bulu itu terlihat mencitu, tidak gembul lagi, lalu berjatuhan ke tanah, dan
mati dalam keadaan tubuh seperti dehidrasi (mengisut). Saya akan tulis tentang
ini di lain postingan.
Sejak terbebas dari ulat bulu, saya sering tepuk-tepuk
batang si alpukat, menyemangatinya untuk tumbuh rimbun kembali dan berbuah.
Saya bilang begini, “Ayo berbuah alpukat, yang banyak. Karena saya mau
bagi-bagi tetangga, biar mereka ikut merasakan lezatnya buahmu.”
Malu juga sebenarnya kalau ada yang lihat saya ngomong
begitu ke alpukat. Kalau orang rumah sih sudah biasa melihat saya bercakap-cakap
dengan tanaman saya, baik tanaman buah, tanaman hias daun, atau pun tanaman
berbunga.
Alpukat yang karena serangan ulat bulu membuat daun-daunnya
hampir habis, mulai tumbuh merimbun dan berbuah kembali.
Februari-Maret lalu, kami panen sebanyak 16 buah alpukat, dan sesuai nazar
sebagian saya bagi-bagi dengan tetangga. Buahnya besar dan bijinya kecil
banget. Bahkan ada beberapa yang bijinya tidak ada, hanya menyisakan kulit biji
yang mengering. Alhamdulillah, saat saya menulis ini, si alpukat sudah berbunga
lagi. Mudah-mudahan, kali ini buahnya lebih banyak, tetap besar dan lezat.
Lain ceritanya dengan pohon pisang. Semula saya nanam pohon
pisang karena butuh daunnya. Saya suka masak lontong sendiri, jadi butuh daun
pisang. Jenis pisang siam yang dipilih karena daunnya cocok digunakan untuk
bungkus lontong. Lagi-lagi, alhamdulillah, panen pisang beberapa kali, sampai
dijadiin keripik pisang.
Sayangnya, beberapa anakan pohon pisang tumbuh di tanah
dekat selokan yang terlalu gembur. Mana pohonnya besar dan tinggi. Ada sekitar 3
meteran tingginya dan agak miring. Kebit-kebit hati melihatnya mengingat angin
dari arah belakang rumah ini sangat kencang. Apalgi di bulan-bulan tertentu
seperti September-Februari.
Ke pohon pisang siam tersebut saya sering ngomong, agar
kalau dia tumbang, tolong jangan mengenai rumah. Enggak kebayang kalau rumah
kena timpa pohon pisang, pasti rubuh dan hancur, mengingat rumah ini dibangun
tanpa struktur yang kokoh (belinya masih begitu, belum renovasi J. Tapi secara logika,
kalau tumbang, pasti kena rumah, karena jarak tumbuh pisang dengan bagian
belakang rumah sekitar 2,5 mtr. Sebenarnya sudah berniat mau motong pohon
pisang tersebut, tetapi ada aja kendalanya.
Dan bener saja kekhawatiran saya. Pagi-pagi saat hujan deras
ditambah angin kencang, terdengar suara berdebum yang keras sekali dari arah
belakang. Terburu-buru kami semua menuju belakang rumah, yakni dapur. Tepat di
depan pintu dapur, terkaparlah si pohon pisang. Cuma daunnya yang menyentuh
pintu dapur, dan beberapa genteng yang jatuh kena pelepah daunnya. Berucap
syukur alhamdulillah pada Allah bahwa kami semua masih selamat dari musibahnya.
Saya sentuh si pisang yang tumbang dan berucap terima kasih karena dia jatuh
tanpa menimpa rumah kami.
Sesungguhnya ada keheranan di hati karena pohon pisang itu
jatuhnya nyerong, sehingga rumah terhindar dari ketimpa batangnya. Kalau saja
dia jatuh lurus ke depan, sudah dipastikan bagian belakang rumah akan rubuh seketika.
Lalu, cerita pohon pepaya. Buahnya lebat dan manis, tapi…pohonnya
tinggi banget. Jadi susah mau ambil buahnya walau sudah dijolok pakai galah
bambu. Akhirnya, saya dan suami sering
mandangi pohon pepaya dengan buahnya yang bergantungan sambil bergumam, “aduh,
pohon pepayanya sudah tinggi banget. Jadi susah mau ambil buahnya. Apa kita
potong saja, ya?”
Sorenya, tetangga sebelah rumah yang berbatasan tembok,
bawain saya satu keranjang penuh pepaya. Katanya itu pepaya saya yang tumbang
kena petir dan buahnya jatuh ke tempatnya. Karena hujan deras, tak satu pun
dari kami mendengar pohon pepaya itu tumbang (patah di bagian atasnya). Oala..,
si pepaya tahu diri, sebelum di potong, dia sudah merelakan dirinya jatuh
kesamber petir J
Sampai kini, bercakap-cakap dengan tanaman tetap saya
lakukan. Bahkan saat saya merapikan tanaman hias, dan mengguntingnya, selalu
saya berucap permisi, dan bilang ke tanaman tersebut kalau saya tidak berniat
menyakiti. Hanya membuat rapi agar dia semakin cantik.
Begitu juga saat panen tomat atau cabe. Enggak banyak sih,
tetapi selalu saya ucapkan, “Minta ya buahnya. Jangan kapok untuk terus
berbuah, karena sangat bermanfaat untuk saya dan keluarga.”
Demikian pula halnya bila tanaman sudah penuh dan ‘terpaksa’
harus saya buang sebagian. Dengan sedih saya minta maaf ke tanaman tersebut,”Maaf
ya, bukan karena tidak suka. Tapi karena yang lain juga butuh hidup, dan kamu
sudah terlalu banyak, makanya terpaksa saya cabut.” Ini saya ucapkan pada
tanaman sirih yang sudah over loaded di sisi kiri rumah. Sedangkan tanaman sirih
masih ada di beberapa bagian halaman lainnya. Jadi dengan terpaksa, saya buang
sebagian agar masih ada tempat buat tanaman lainnya bisa tumbuh. Maklum,
halaman saya terbatas, kepengen nanamnya macem-macem.
Anak-anak suka geli melihat saya bercakap-cakap dengan
tanaman. Tapi kecintaan saya pada tanaman syukurnya menular juga pada mereka.
Seperti kakak yang kalau bantuin saya nyuci beras, airnya selalu disiramkan ke
tanaman. Atau adik Zulfikar yang tidak mau sembarangan metiki bunga hanya untuk
dijadikan mainan.
Bercakap-cakap dengan tanaman mengajarkan saya banyak hal. Dengan
tanaman yang dianggap tak berjiwa saja mereka
mengerti perasaan cinta dan percaya yang saya bagi, tentu hal yang sama bisa
saya lakukan pada anak-anak saya.
Saya dan suami menanamkan pada mereka, bahwa saya percaya
mereka akan jadi anak sholih dan soliha, serta menjadi manusia yang bermanfaat
bagi manusia lainnya dan juga alam sekitarnya. Maka, pada saat airmata jatuh
dan perasaan lelah mendera karena ulah anak-anak saya, saya ingat proses
interaksi saya dengan tanaman. Saya ingat proses bercakap-cakap saya dengan
tanaman tersebut dan reaksi yang saya dapatkan. Dan itu membuat saya semangat
untuk tetap percaya dengan mereka. Dan tentu saja memperbanyak bercakap-cakap
dengan anak-anak, baik secara lisan, hati, dan perbuatan agar mereka tahu saya tetap menyintai dan menaruh kepercayaan pada mereka. Selalu :)
ternyata bukan saya aja yang suka ngomong sama tanaman hahahahha
BalasHapustoss mbak. suka tanaman ya :)
Hapussaya juga suka ngebon
BalasHapusbtw itu serem banget tanamannya kena hama ulat bulu
iya. saya kira pohonnya akan mati. ternyata dia selamat
HapusMak rumahnya rindang banget, adem lihatnya... Setahun lalu rumahku ketimpa pohon pisang tetangga loh, gede buanget. Untung ada toren air di belakang rumah, kalau enggak udah hancur deh genteng2 hehehe...
BalasHapusiya Mbak, pohon pisang batangnya gede, sayangnya, akarnya enggak kuat, karena serabut. Jadi memang berbahaya kalau nanamnya dekat rumah
HapusWah, ada temennya :D aku juga suka "ngobrol" sama tanaman dan hewan-hewan peliharaan di rumah. Aku percaya semua yang diciptakan Allah itu memiliki energi dan saling berhubungan. Kalau kita kasih energi positif, feedbacknya juga positif.
BalasHapusUlat bulunya serem, Mak. Jadi ingat waktu kecil dulu, pohon alpukat di rumah kena hama ulat bulu. Tiap mau berangkat sekolah, ancang2 dulu buat lari, karena letak si pohon di depan jalan masuk halaman hahaha
sepakat,Mak.aku enggak punya hewan peliharaan resmi sih, tapi di halaman belakang suka bnayak kucing kampung nginep. kubiarkan saja. walau bukan peliharaan resmi, tetep beri nama, dan diajakin becanda pakai ngobrol juga.
Hapusulat bulunya memang serem Mak. Tapi setelah tahu cara menangkalnya, jadi enggak begitu takut lagi dengan serangannya
Jadi inget sama nenek saya. Beliau itu kalo nyiram tanamannya suka sambil nembang jawa. Apa karena itu ya tanamannya jadi subur dan anggreknya kalo berbunga banyak banget. Kalo orang bilang nenek saya itu bertangan dingin dalam mengurus tanaman.
BalasHapusmenurut teori, entah bener atau hoax ya, katanya sih beitu. tanaman yang diperdengarkan bmusik indah lebih subur daripada yang tidak. soal tangan dingin, waktu awal bertanam-tanam, banyak yang mati juga loh :)
HapusKok ngeri mak ulet nya...padahal aku tanam 3 batang alpukat di blkng rmh....anak2 suka alpukat soalnya, dan ternyata bijinya gmpang bngt numbuh. Asyik mak kebun dpn n blkng nya...mau apa, tinggal petik:-)
BalasHapusulat bulunya iya mak, gila-gilaan serangannya waktu itu. untung cuma di situ, enggak sampai masuk ke rumah.
Hapusalhamdulillah, masih ada lahan untuk ditanami :)
mbaaa, itu ulat bulunya sereeemmm bgtttt :(.. aku trauma ama ulbul soalnya... prnh kena dan sekujur bdn lgs sukses gatal2 -__-..hihhh..masih merinding... ga kebayang kena sebanyak itu...
BalasHapuskalo ama tanaman aku ga prnh ngomong sih :D.. Secara ga ada kebun jg di rumah :D... Tapi aku suka bicara ama kucingku ;p... udh suka disangka gila deh ama org rumah... tp gmn ya, kucingku udh aku anggab kyk keluarga sendiri sih :D
aku juga sih Mbak, sering ngomong dengan kucing yang suka tinggal di halaman belakang. Namanya belly, alias betina liar, karena beranak mulu dan milih beranaknya di rumah. betah kali ya, padaahal enggak pernah jadi kucing peliharaan resmi
HapusHehe, sama, mak. Aku sejak kecil juga punya kebiasaan kayak gitu. Jadi tanamannya mau tumbuh subur, walau tanahnya kecil karena dekat sama jalan raya. Tanaman itu punya jiwa juga. Biasanya yang rajin ditengokin sama pemiliknya jadi rajin berbuah tepat waktu.
BalasHapusiya Mak. Tanaman yang lebih sering disentuh dengan cinta, beda hasilnya dengan yang tdak. itu pengalaman saya sih..
BalasHapusbanyak banget tanamannya , kalau dirumah saya yang ada cuma tanaman lidah buaya aja udah:D
BalasHapusnanamnya juga nyicil kok. Tahu-tahu enggak terasa udah banyak
Hapusasik banget sih mak, punya kebun sendiri di rumha. kaya rumah ortu di kampung ada kebun yg ditanami berbagai tanaman. memang tanaman juga makhluk Allah, dia pasti maunya dibaik-baikin seperti halnya manusia :)
BalasHapuscuma sepetak kecil halaman Mak. tanaman itu peka pada perasaan org ya menanamnya. itu menurut saya loh :)
HapusMbak..ulbulnya begitu amat yaaak hiiii
BalasHapusBtw, saya juga ngobrol sama tanaman Mbak..
Pernah, punya pohon jeruk purut. Masih kecil - di pot. Terus pindahan dari Langkat ka Jakarta, saya bilang,..jeruk kamu sehat ya sampai Jakarta..Di truk 2 hari...sampai Jakarta subur, besar, terus dipindah ke tanah. Alhamdulillah sudah 10 tahun ini sehat di halaman...:)