Oplas Demi Cantik, Tenar, Dan Sukses?

www.rebellinasanty.blogspot.com
Credit photo ryot.org
Mencapai impian-impian lewat kecantikan, bukanlah cita-cita saya. Saya percaya diri dengan apa yang telah diberikan Allah pada saya. Fisik saya , tidak kurang suatu apapun, dan kesemua indra saya pun normal. Jadi, apa pula yang harus saya khawatirkan dengan penampilan saya?

Tapi, ternyata mama saya tidak berpendapat sama dengan saya. Menurut pandangan matanya, saya tidak menarik, yang mata sipitlah, hidung kurang tinggi, tubuh terlalu gemuk dan pendek, atau pun bentuk wajah yang terlalu bulat.  Dan untuk itu beliau seringkali menganjurkan, dengan setengah memaksa agar saya mau dioperasi plastik alias oplas, khusus untuk meninggikan hidung dan membuat kelopak mata, agar mata saya terlihat bulat dan indah. Ya ampun…, ternyata di mata mama saya, saya terlihat begitu jelek ya sehingga dia menganjurkan hal demikian  :)
Pandangan mama saya itu memang terlalu berbeda jauh dengan pandangan saya, terutama mengenai hakikat hidup. Itu salah satu alasan yang membuat hubungan saya dan mama kurang harmonis, di antara banyak alasan-alasan lain. Ukuran kecantikan yang dipakai beliau ini membuat saya seringkali gatal mulut membantahnya. Ujung-ujungnya jadi bertengkar. Capek deh…

Tapi ada satu waktu saya hampir jatuh pada keinginan mama saya. Entahlah apa karena sugesti yang ditanamkannya terus menerus ke saya untuk oplas, atau saat itu rasa percaya diri saya lagi down. Saya menyetujui ide mama untuk oplas, dan pilihan oplas pertama saya adalah meninggikan tulang hidung .

Saya bersama mama  pun berangkat ke klinik untuk konsul dan melakukan prosedur oplas. Kata mama sih menurut info dari temannya yang telah melakukan oplas, klinik tersebut bagus reputasinya, dan dikelola dokter bedah estetis profesional. Prosesnya cepat, dan enggak ribet, bisa langsung pulang hari itu juga, dan perawatan selanjutnya bisa di rumah.

Sampai di sana, ternyata dokternya sedang tidak berada di tempat. Karena malas menunggu, saya putuskan untuk pulang dulu, dan kembali lagi sekitar jam 3 sore, waktu di mana dokternya sudah kembali berada di tempat. Dalam perjalanan pulang, kesadaran saya terbuka kembali dan menyesali niat yang sempat hampir terlaksana. Saya putuskan untuk membatalkan operasi plastik tersebut saat itu juga.

Mama saya? 
Tentu saja beliau jengkel dengan sikap saya. Katanya saya plinplan. Tapi saya abaikan saja jengkelnya beliau. Toh ini tubuh dan wajah saya, dan semuanya normal, enggak ada yang kurang baik bentuk dan fungsinya. Selain itu, saya pun tahu kalau operasi plastik hanya sekedar untuk kecantikan, dalam tinjauan agama Islam tidak dibenarkan. Saya merasa, pertolongan Allah hadir untuk saya, dengan cara ketiadaan dokter yang bersangkutan, sehingga saya kembali sadar dan membatalkan niat operasi plastik demi hidung tinggi berapa cm.

Itu kisah saya semasa gadis, dan telah berlalu bertahun-tahun silam. Bagi sebagian orang, termasuk mama saya, kecantikan adalah salah satu cara untuk meraih impian-impian hidup, mendapat pekerjaan, meraih karir dan jodoh yang tampan dan mapan, dan lain-lain.

Tapi bagi saya, kecantikan dari hasil oplas itu semu, dan wujud dari ketidakpercayaan diri, tidak bersyukur serta tentu saja mengingkari hasil ciptaan Allah. Dalam hal ini pengecualiannya adalah bila oplas dilakukan untuk memperbaiki ataupun membantu fungsi tubuh yang kurang, salah satu contoh: operasi untuk bibir sumbing.

Ternyata pula, seiring waktu yang berjalan, oplas malah seakan menjadi tren sebagai cara untuk mencapai impian-impian. Bahkan sampai rela melakuka segalanya, pengorbanan harta,  bahkan dengan taruhan nyawa.

Lihat saja kasus Andressa Urach (27) asal Brasil. Seperti yang saya baca di Harian Kompas, edisi Minggu, 1 Februari 2015 lalu, di hal 4. Andressa Urach telah  melakukan implan silikon, anabolik steroid, operasi hidung, suntikan botoks, serta entah apa lagi demi menggapai impiannya menjadi tenar dan apalagi kalau bukan, uang. Memang, untuk sejenak hidupnya terlihat begitu sukses, dari seorang ibu tunggal yang kurus kering, menjelma menjadi perempuan seksi di acara realitas TV Brasil. Ketenaran dan uang tentu didapatkannya saat itu. Bahkan dia sempat menjadi penganjur gigih operasi plastik.

Namun oplas yang dilakukan Andressa tersebut membuahkan efek negatif. Perempuan ini mengalami shock septis, shock akibat infeksi dan keracunan darah, gara-gara sebuah operasi untuk memperbesar pahanya. Hidupnya pun sempat tergantung pada mesin penyokong hidup, dan pahanya menjadi bolong-bolong karena operasi plastik yang gagal, sebagaimana foto-foto yang disebarkannya melalui akun Instagram-nya.

Di akun Instagram-nya tersebut juga Andressa menyatakan penyesalannya pada keputusan untuk melakukan operasi plastik demi kecantikan, ketenaran, dan uang. “Kita kehilangan kesehatan kita karena ingin menjadi kaya”, tulisnya baru-baru ini di akun tersebut. “Kita hidup seakan-akan kita tidak akan mati.”

Well, kasus semacam Andressa Urach ini hanya sedikit contoh dari berbagai kasus yang ditimbulkan oleh oplas. Saya pernah baca kalau salah seorang pria di China menuntut  istrinya yang cantik  ke pengadilan, hanya gara-gara anaknya yang lahir berwajah jelek. Kok bisa? Ternyata, kecantikan istrinya adalah artifisial, alias hasil bentukan tangan-tangan dokter bedah dan peralatannya, dan si pria merasa tertipuuu…

Atau lihat saja bagaimana oplas berhasil mengubah gadis-gadis Korea Selatan menjadi berwajah hampir seragam.  Perkembangan ini terjadi begitu budaya Kpop mendunia, sehingga menjadi ada semacam tuntutan di generasi muda Korea untuk menjadi tenar, dan berujung ke uang pastinya. Tak heran, kasus bunuh diri pun semakin marak terjadi di sana, karena menurut saya, rasa kepercayaan diri yang mereka bangun pun semu, walau sudah oplas. Yang ada jiwa-jiwa yang rapuh.

Walaupun telah terjadi banyak kasus akibat oplas ini, baik yang dilakukan sesuai prosedur, ataupun yang ilegal, tetap saja tidak membuat permintaan operasi plastik ini menurun.  Peminatnya bukan hanya dari kalangan perempuan saja, bahkan laki-laki pun tak sungkan melakukan operasi plastik demi alasan yang serupa, demi ketenaran, dan sukses. Untuk hal ini, mereka mengabaikan keselamatan nyawa mereka sendiri, bahkan mengabaikan aturan agama (Islam) yang melarang oplas tanpa alasan jelas (memperbaiki fungsi tubuh/organ tubuh yang rusak). Sayang sekali…

Saya bersyukur saya terhindar melakukan operasi plastik demi semata-mata terlihat ‘cantik’ versi mama saya, atau demi meningkatkan kepercayaan diri. Saya bersyukur dengan apa yang telah Allah beri ke diri saya, seutuhnya. Tanpa oplas, saya percaya diri mengatakan saya cantik, setidaknya itu kata suami dan anak-anak. Buktinya, anak-anak saya pun cantik-cantik (bukankah dimata setiap ibu, anak-anaknya adalah yang paling cantik dan ganteng sedunia?) Untuk 2 kalimat terakhir di atas, abaikan saja ya, jangan masukkan ke dalam hati :).






Rebellina Santy

Author, Blogger, Crafter, and Gardener. Informasi pemuatan artikel, Sponsored Post, Placement, Job Review, dan Undangan Event, email ke : rebellinasanty@gmail.com. Twitter/IG: @rebellinasanty

10 komentar:

  1. Ckckckckckckckck. Memang demikin kalau dunia hanya menilai orang dari luarnya saja ya, Mbak. ira

    BalasHapus
    Balasan
    1. kalau dunia semata yang jadi tujuannya, ya begitulah Mbak Ir

      Hapus
  2. Intinya kan don't judge a book by its cover...lbh baik cantik hati drpd raga yg akan sirna.kecantikannya krn usia

    BalasHapus
  3. selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki, ya

    BalasHapus
  4. Serius mak beneran pernah dateng ke dokter oplas >.<
    tadi saya barusan nonton yang ada dr Tompi bahas tentang oplas juga

    BalasHapus
    Balasan
    1. serius Mak. saya susah nulis sesuatu kalau tidak berkaitan dengan pengalaman sendiri :)

      Hapus
  5. Hidung saya juga rada pendek tapi kalau untuk oplas saya lebih berat ke biayanya, jadi tidak berpikir ke sana :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. berarti kalau ada dana, kemungikinan oplas dilakukan bisa saja? hehejhe, kepo deh sayanya

      Hapus

Halo...
Thanks ya uda mau mampir dan kasih komentar di blog Rebellina Santy. Komentar kamu berharga banget buat saya.

Salam
Reni Susanti