Saya sungguh
beruntung bisa tahu dan bergabung dalam
suatu komunitas yang berisikan ibu-ibu hebat yang jago menulis. Sebagai seorang yang masih sangat dangkal
ilmunya, dan ingin menjadi seperti
mereka, saya pun dengan semangat belajar meminta pertemanan melalui jejaring sosial
pada beberapa ibu penulis tersebut. Saya katakan ibu-ibu penulis karena sudah teruji dengan
hasil tulisannya, baik yang sering mejeng di media cetak, sering menang
lomba blog, ataupun yang menelurkan buku
. Berteman dengan ibu-ibu hebat, sedikit
banyak pastilah bias memberikan kontribusi positif buat saya yang cetek ilmu
menulis ini. Begitu pikir saya.
Pada beberapa
postingan status teman penulis, saya memilih menjadi silent reader . Namun tak
jarang juga saya ikut memberi komentar ,
yang lainnya paling saya beri tanda like.
Selama 2 tahun bergaul dengan
teman-teman penulis dari suatu komunitas ini, saya belajar beberapa hal.
Ternyata di dunia ibu-ibu penulis, ada
dua kategori penulis yang menurut saya terlihat jelas, yakni penulis yang
rendah hati, dan penulis yang sebaliknya,
alias sombong. Kenapa saya bisa katakan begitu?
Penulis yang rendah hati menurut pengamatan saya adalah
seseorang yang tak sungkan membagi ilmunya, ramah pada teman yang masuk dalam
friends listnya, dan selalu menjawab sapaan temannya atau pun komentar yang
masuk ke fbnya tanpa pilih bulu. Ada penulis yang memang jarang komentar balik
terhadap postingannya, tetapi itu
berlaku pada semua komentar, bukan di pilih-pilih mana yang mau dikomentari
mana yang tidak. Tahu tidak, walau di
dunia maya, apa yang kita tampilkan di
laman kita, baik itu jejaring sosial,
web, blog atau pun lainnya, bisa menjadi
pencitraan diri kita sendiri.
Ada beberapa penulis yang mebuat saya terkesan oleh sikap
rendah hatinya. Beberapa diantaranya dengan inisial AM (tulisannya sudah sangat
sering masuk ke media, dan juga memenangi lomba blog), LPH (ingat ttg genre
storycake, pasti ingat ibu yang satu ini), DK (dikenalnya dengan cerita
bergambar anak), HAZ, wah ibu yang satu ini rajin banget menang lomba namun tidak sombong dan malah rajin berbagi ilmu, dan banyak lagi yang tak mungkin saya tuliskan satu persatu.
Orang-orang tersebut selalu memperlakukan friendlistnya sama rata. Dalam artian,
setiap penulis tersebut memposting sesuatu , dan ada komentar dari friend
listnya, selalu di apresiasi dengan baik
tanpa pilih-pilih. Sikap seperti ini selain memperbanyak teman, pastinya
sedikit banyak akan mempengaruhi penilaian
orang lain yang hanya mengenalnya di dunia maya tersebut untuk membeli
bukunya (seperti saya).
Namun ada juga penulis yang tinggi hati, berasa dirinya
sudah tenar, tidak menganggap penting komen
teman (walau ada dalam friend listnya) alias pilih-pilih siapa yang mau di
komentari balik. Mungkin penulis yang seperti
ini sudah merasa tidak membutuhkan pembaca buat buku-bukunya. Apalagi bila
naskah bukunya dibeli putus, bukan berharap dari royalti (barangkali), sehingga
menurut penulis kategori ini (sombong), mau ada yang beli atau tidak, uang sudah
diterima. Heheheh. Penulis seperti ini
ini selain bikin bête, juga membuatnya masuk dalam black list saya untuk
tidak dibeli bukunya. Mending cari
pengarang lain yang menulis untuk tema yang serupa. Oh ya, ada tambahan lain, penulis yang sangat
terikat dengan pilihan politik yang dia ambil, sehingga bila ada salah satu
friendlistnya yang tidak sejalan dengan pilihan politiknya, di unfriend
olehnya. Walau untuk hal ini saya katakan itu adalah haknya penulis itu pribadi,
tetapi sikap seperti itu (bagi saya) tidak mencerminkan kedewasaan
berpolitik. Pribadi penulis seperti ini
tidak mampu menghargai perbedaan. Untuk penulis jenis ini, tidak usahlah saya sebut inisialnya.
Akhirnya, menurut saya, profesi penulis sedikit banyak harus
menguasai marketing diri. Bagaimana dia bersikap dan memperlakukan orang lain,
baik di dunia nyata mau pun di dunia maya,
turut mempengaruhi selling point karya-karyanya. Kecuali kalau dia
menganggap pembaca dan pembeli buku/karya tulisnya tidaklah penting.
iya mbak. makanya tulisan inijuga pengingat diri, mana tahu suatu waktu saya menjadi penulis yangterkenal, tapi tetep harus rendahhati. amiin :)
BalasHapusmak Rebellina komunitas yg dimaksud apa ya? *kepo :p
BalasHapussalam kenal ya mak.. harusnya semakin tinggi popularitas kita semakin rendah hati ya mak ^^
komunitasnya? ah masak enggak tahu? terkenal kok. ilmu padi harus sering diajarkan lagi di kehidupan ini
HapusEh,sepertinya aku tau yg suka unfriend itu.. ;D hahaha *naluri gossip
BalasHapusiya mak,semoga yg sombong2 cepat sadar ya.dan aku percaya mak Rebelina pasti akan tetap rendah hati.Sukses ya,mak... *Aamiin
amiin. makasih nih doanya. doa yang sama untuk Mak Waya :)
Hapussetuju mba,, seorang penulis sejati (begitu aku menyebutnya) selalu bersifat terbuka dan mau berbagi tips menulisnya
BalasHapusilmu yang dibagi akan makin bertambah. bertambah ilmu juga, bertambah amal pula :)
Hapus