Prasangka

Tahun 2000-an
www.rebellinasanty.blogspot.com
prasangka ,credit
   










 Perempuan di hadapanku itu duduk dengan cara yang sedikit tidak sopan, menurutku. Kakinya agak dilebarkan, sedikit mengangkang, walau memakai celana denim, tetap saja tidak elok di mata. Jemari tangan kanannya mengapit sebatang rokok yang mengepulkan asap  rokok yang membentuk lingkaran-lingkaran  dari mulutnya.  Aku tidak mengenalnya,  karena ketika aku memilih duduk di bawah tenda bulat ini sambil menunggu giliranku belajar menyetir mobil, dia sudah terlebih dulu ada di sana. Tebakanku, dia masih terkait hubungan keluarga dengan pemilik usaha belajar menyetir mobil dimana aku saat itu terdaftar sebagai salah satu pesertanya.

     "Rokok..."katanya sambil mengangsurkan sebungkus kotak rokok berwana putih ke hadapanku.
     "Maaf, saya tidak merokok," jawabku sopan. Aku tidak tahu dari mana datang ke  pikirannya bahwa aku seorang perokok. Apa mungkin penampilanku saat itu, dengan baju ketat menampakkan bahu dan lengan mulus dipadankan celana denim berwarna hitam yang membuatnya berfikir aku seorang perokok?

      Tak hanya sampai di situ, perempuan ini kemudian melanjutkan dengan kata-kata yang membuat telingaku panas, " Merokok tidak, ganja iya!"
     Aku langsung berdiri. "Apa maksud ucapan Anda?" tanyaku dengan nada suara meninggi.

     Permpuan itu terdiam. Kaget juga dia dengan reaksi kerasku. Merasa suasana sudah tidak nyaman lagi karena yang ada cuma aku dan perempuan itu saja di tempat itu, aku memutuskan meninggalkan tempat itu tanpa minat lagi menunggu giliranku belajar menyetir mobil.
      Terus terang aku terganggu dengan tudingan perempuan itu. Bagiku itu sebuah fitnah. Aku tidak tahu alasan apa yang membuatnya bicara seperti itu dengan seseorang yang jelas-jelas dia tidak kenal dekat Apakah bajuku yang sering disebut dengan model 'u can see' itu yang membuatnya berfikir aku seorang perokok atau pemakai ganja? Walau mungkin zaman sekarang seorang cewek merokok sudah banyak ditemui dimana-mana, aku  tetap tidak terima diperlakukan begitu olehnya, karena aku bukan perokok apalagi pemakai ganja! Terlalu picik baginya  untuk menilai diriku sebagai pemakai benda terlarang secara hukum dan agama itu hanya dari penampilanku saja.

     Kalau kufikir-fikir terkait masalah baju yang kukenakan  memang membuatku sering terjebak masalah. Tatapan sinis dan sikap merendahkan kerap kuterima dari orang-orang yang baru mengenalku. Jadi ingat juga awal-awal aku masuk perguruan tinggi  aku pernah memakai  padanan kaus dan rok setinggi di atas lutut. Cuma sedikit di atas lutut, tapi ya ampun..., sepanjang jalan menuju kampus aku seperti selebritis dadakan. Semua mata sepertinya memandang ke arahku. Ada yang dengan tatapan biasa-biasa saja, ada yang mencibir dan buang muka, ada juga tatapan nakal (pastinya dari kaum pria). Aku jadi risih. Pakaian yang bagiku biasa-biasa saja karena keseharian di lingkunganku, memakai celana pendek , baju tanpa lengan, tidak masalah.Tetapi jadi mengganggu begitu aku berbenturan dengan dunia  di luar lingkunganku.

      Tempatku tinggal memang bukan lingkungan yang agamis. Bahkan termasuk lingkungan yang multikultural, karena banyak suku-suku yang tinggal di sana. Dari mulai Jawa, Batak, Padang, Nias, Menado, dan Melayu. Aku sendiri terlahir dari keluarga yang multi etnik, di mana darah Jawa, Melayu, Cina dan Jerman aku warisi dari garis darah pihak Mama. Sedangkan Batak,Menado, dan Portugis, aku warisi dari pihak Papa. Jadi tidak usah heran raut wajahku dan adikku berbeda-beda, seperti nano-nano, hehehehe. Kalau aku ke mana-mana sering dipanggil Amoy.
     Masalah pendidikan agama pun menjadi kendala bagiku untuk memahami batas-batas kebolehan bagian tubuh mana dari seorang wanita yang boleh terlihat saat dia di tempat umum. Bagaimana tidak, baik dari keluarga besar mamaku dan papaku, ada yang menganut agama mayoritas di negeri ini, ada juga yang menganut agama nasrani.  Lebaran dan natalan sama meriahnya. Walau pun ketika kecil aku ikut mengaji di madrasah, tetapi contoh nyata penerapan nilai-nilai prinsipil agama tidak pernah ada dalam keseharian hidupku. Yang diterapkan sangat keras dalam keluargaku terutama oleh papaku adalah bagaimana seorang wanita harus bisa menjaga kehormatan dirinya. Jadi, mau pakaiannya bagaimana, itu tidak masalah sepanjang  menjaga kehormatan dirinya. Lebaran cuma seremonial belaka, tanpa ada ruhnya. Nilai-nilai seperti itulah yang kupakai sebelum aku mengenal lebih jauh tentang agamaku sendiri. 

Tidak ada yang mengenalkan padaku bagaimana sesungguhnya Islam mengatur semua aspek kehidupan dengan sempurnanya. Beberapa tahun kemudian sejak kejadian itu aku baru mengenal dan mempelajari kembali agamaku dengan sepenuh hati dan kini pun aku masih terus belajar.

     Kisah di atas itu terjadi lama sekali..., sekitar 12 tahun yang lalu. Aku masih mengingatnya jelas, karena  sikap perempuan itu sangat melukai hatiku dan membekas dalam ingatanku. Hanya saja kini kalau mengingatnya, aku menyadari bahwa walau pun sikapnya salah dan tidak dibenarkan, aku juga punya andil telah memberikan 'pemahaman yang salah' ke pada dirinya. Pemahaman yang salah itu adalah membuka celah baginya untuk menilaiku negatif hanya dari caraku berpakaian  saat itu
     
Aku juga belajar dari kisah hidupku itu untuk tidak bersikap sama seperti perempuan  tersebut. Tidak sembarangan menghakimi orang lain hanya dari penampilannya. Aku lebih memilih hati-hati dan tidak berprasangka apa pun.
www.rebellinasanty.blogspot.com
Stop Berprasangka Yuk, credit

 Bila ada seseorang yang belum berprilaku sesuai tuntunan agamanya, janganlah langsung menghakimi. Belum tentu dia sadar apa yang dia lakukan itu salah. Bisa jadi dia terbiasa dengan lingkungan seperti itu dan dakwah saat itu  belum sampai padanya. Dan tugas kitalah sesama insan untuk mengingatkannya. Tentu saja dengan cara yang baik dan tidak menyakiti hatinya. 

Bila dakwah sudah sampai padanya dan dia tetap berlaku yang sama, tak perlu mencibir dan bersikap sinis. Do'akan dia supaya dia mampu menangkap hidayah (karena hidayah itu ada setiap hari), Lakukan dengan tulus dan keiklashan hati.  Apa yang datangnya dari hati, pasti akan sampai ke hati....
 



   

Rebellina Santy

Author, Blogger, Crafter, and Gardener. Informasi pemuatan artikel, Sponsored Post, Placement, Job Review, dan Undangan Event, email ke : rebellinasanty@gmail.com. Twitter/IG: @rebellinasanty

6 komentar:

  1. Salam kenal kembali...
    Asyik banget lo ceritanya, pas end sempet ngerasa yahhh habis (masih pgn baca lagi ^_^)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih Mbak. Lagi belajar nulis dan ngeblog. Pengen punya blog cantik seperti Mbak punya, heheheh

      Hapus
  2. Setuju mak..kita tak boleh menghakimi seseorg ini itu..blm tentu qt jg lbh baik...suka cerita2 mak

    BalasHapus
    Balasan
    1. makasih Mak Kania. Hanya membagi apa yang pernah terjadi dan belajar dari pengalaman pribadi sendiri

      Hapus
  3. Masih pengin baca aja. Sama mbak, kita terus proses bellajar agama dan ilmu lainnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. sepanjang hidup adalahj proses belajar, bukan? saya puntetap belajaruntuk lebih baik diam daripada telunjuk menuding

      Hapus

Halo...
Thanks ya uda mau mampir dan kasih komentar di blog Rebellina Santy. Komentar kamu berharga banget buat saya.

Salam
Reni Susanti