![]() |
foto pribadi |
![]() |
Musibah Mina, 2015. sumber foto: theguardian.com |
Beberapa waktu terakhir ini saya selalu mengingat kematian. Tulisan ini saya buat sudah beberapa waktu, dan karena setiap kali menuliskannya saya gemetar, sehingga belum selesai juga. Sampai ketika musibah Mina terjadi kemarin, saya pun memutuskan menyelesaikannya. Siapa tahu, waktu untuk saya sudah dekat…
Setiap kali melintasi jalan yang ada kuburan, saya pasti
akan menolehkan kepala kearah sana. Lalu dalam hati akan mengucap salam yang
ditujukan kepada mereka yang terlebih dulu menempati alam kubur. Suatu waktu,
saya pasti akan seperti mereka, membusuk jasad di sana, sementara ruh
bersemayam di alam barzah, menunggu do’a-do’a yang dikirimkan oleh anak-anak
saya,ditemani oleh amalan baik yang (mungkin) pernah saya lakukan dengan iklash
dan hanya mengharap ridho-Nya.
Saya memang suka melihat kuburan, namun tidak pula setiap
kali berjalan sengaja mencari-cari kuburan.
Saya suka karena areal pemakaman selalu berhasil mengingatkan saya pada
kematian. Di satu sisi, saya takut banget akan mati, merasa tidak siap dengan
bekal yang akan saya bawa, dan akan meninggalkan orang-orang yang saya cinta. Di
sisi lain, saya belajar menerima fakta, bahwa suatu waktu saya akan mati. Dan itu pasti!
Kepastian akan mati yang selalu membawa saya untuk
berkontemplasi hakekat saya diberi hidup di dunia ini.
Sepanjang hayat otak kita selalu dijejali oleh pemikiran
terhadap pencapaian hidup yang kita –manusia- inginkan. Sejak kecil pikiran
kita dipenuhi bahwa sekolah itu untuk menjadikan diri kita pintar, lalu
kemudian akan memudahkan kita mencari kerja ke depannya. Bahkan hari ke hari
obsesi untuk menghasilkan generasi pintar agar semakin mudah mencari
penghidupan, semakin besar gaungnya. Tak heran kursus ini itu semakin marak,
bimbingan belajar semakin laris, dan test ini itu untuk mengetahui sejak dini
minat anak semakin bertaburan. Semuanya demi masa depan. Dan semuanya, hanya
bersifat keduniawian.
Lalu, setelah dewasa,berkarir, menikah dan punya keturunan,
obsesi keduniawian itu kita turunkan kembali pada generasi kita. Dan sekarang
lebih masif karena alasan tuntutan jaman
dimana situasinya semakin kompetitif. Kita pun semakin terbawa putaran arus
jaman, bahkan tak sedikit dari kita yang terseret arus , sampai-sampai, fitrah
kita sebagai manusia yang akan selalu rindu untuk dekat pada Rabbnya pun
menjadi terkikis karenanya.
Dalam putaran keduniawian, kita pun diajak untuk merumuskan
mimpi-mimpi kita, menuliskannya di mana saja, di buku, di hati, di pikiran, di
timeline, dan dimana saja, sehingga alam akan mengamininya, semesta akan
mendukungnya, serta Tuhan akan mengabulkannya.
Saya adalah termasuk orang yang sangat meyakini keampuhan
mimpi-mimpi terhadap pencapaian hidup yang kita inginkan ke depannya.
Perjalanan hidup saya sendiri pun membuktikan, bahwa hampir semua mimpi-mimpi
yang saya tuliskan mau pun cuma dalam hati saja, tercapai. Semesta mendukung,
alam
mengamini, dan Allah SWT pun mengijinkan itu terjadi. Namun lagi-lagi, semua hanya bersifat keduniawian.
mengamini, dan Allah SWT pun mengijinkan itu terjadi. Namun lagi-lagi, semua hanya bersifat keduniawian.
Saya suka melihat kuburan, karena kuburan membuat saya terhenti
sejenak mengikuti pusaran arus dunia yang menyeret saya dalam fana. Saya
diingatkan, sejatinya takdir hidup saya
adalah dimulai setelah jasad saya terbenam dalam tanah arena pemakaman.
Tak heran, dalam putaran arus keduniawian, demi mencapai
mimpi-mimpi hidupnya, banyak dari kita menjadi homo homini lupus, pemangsa yang menjadi kanibal bagi sesamanya. Sikut menyikut
tak apa, asal tujuan hidup tercapai. Yang halal bila menyulitkan,
terpinggirkan. Yang abu-abu di cari dalilnya agar menjadi putih, sedangkan yang
haram sebisa mungkin tidak usah diingat-ingatkan.
Tak heran pula, atas nama kekinian, ribawi pun menjadi
sesuatu hal yang seperti aneh bila kita memilih tak ikut di dalamnya. Atau,
kegagalan dan keberhasilan hidup kita ditentukan seberapa banyak aset dunia
yang kita miliki, seberapa banyak daerah yang telah kita kunjungi, dan seberapa
banyak kotak list mimpi-mimpi yang telah berhasil kita tandai. Dan kita pun
sering lupa, bahwa kita akan mati. Padahal itu sesuatu yang pasti.
Sejatinya, tak banyak yang suka bicara tentang kematian.
Karena selalu menyangkut kesedihan. Kesedihan bagi si mati karena meninggalkan
apa-apa yang disenanginya;harta,keluarga, atau tahta. Kesedihan bagi yang
ditinggalkan karena perasaan kehilangan. Tapi percayalah, perasaan kesedihan
bagi yang ditinggalkan hanya sesaat semata. Setahun dua tahun mungkin masih
berat bagi yang ditinggalkan, tapi seiring waktu, kesedihan itu akan berganti
dengan kenangan. Sedangkan bagi si mayit?
Bagi saya, agama saya mengajarkan kehidupan sesungguhnya itu
justru setelah mati. Dan bagaimana kita mati, apakah husnul khotimah atau pun
su’ul khotimah, itu cikal bakal jalan yang akan kita lalui di kehidupan setelah
mati tersebut.
Untuk berakhir husnul
khotimah, bukanlah perkara mudah. Itu perkara yang harusnya kita perjuangkan
sejak akal kita mampu berpikir jernih. Sejak bagi laki-laki dengan dimulai
mimpi basah, dan bagi perempuan keluar darah haidnya. Dan sejak itu pula malaikat raqib dan atit mencatat segala
sesuatunya dengan detil setiap amal perbuatan kita semasa hidup, sampai tarikan
napas terakhir di tenggorokan.
Menuliskan Kematian Yang Diinginkan Dalam List
Mimpi-Mimpi Kita
Sejatinya, karena mati adalah sesuatu yang pasti,
harusnya kita pun menuliskan mati seperti apa yang kita inginkan saat kehidupan
dunia kita akan selesai, bukan?
Bukankan kalau kita memperlakukan keinginan mati kita seperti apa, sama halnya dengan keinginan terhadap pencapaian dunia kita; alam pun akan mengamini, semesta akan mendukung, serta Tuhan akan mengabulkan? Mengapa jarang dari kita yang berani menuliskan mati seperti apa yang kita mimpikan?
Bukankan kalau kita memperlakukan keinginan mati kita seperti apa, sama halnya dengan keinginan terhadap pencapaian dunia kita; alam pun akan mengamini, semesta akan mendukung, serta Tuhan akan mengabulkan? Mengapa jarang dari kita yang berani menuliskan mati seperti apa yang kita mimpikan?
Apa karena berbicara mati itu begitu menakutkan sehingga
enggan menuliskan kematian seperti apa yang kita inginkan? Padahal kalau
ditanya, pasti yang seiman dengan saya hampir seluruhnya menjawab ingin mati
dalam keadaan husnul khotimah. Lalu mengapa tidak menuliskannya dalam bagian
list mimpi-mimpi yang ingin kita capai?
Bagi saya, menuliskan list mimpi berkaitan dengan
kematian yang saya mimpikan inginkan akan terkait dengan konsekswensi
hidup yang akan saya jalani pula. Menjadi pengingat diri saat menjalani
kehidupan yang sementara ini. Semacam rel atau rambu-rambu yang harus saya
patuhi agar tujuan saya tercapai seperti yang saya inginkan. Karenanya, di sini
saya tuliskan list mimpi kematian yang saya inginkan seperti apa yang akan
terjadi pada saya saat tiba ketentuanNya tersebut.
List Kematian yang saya inginkan |
Saya ingin mati dalam keadaan husnul khotimah, dalam keadaan
sujud padaNya, mengingatNya, dan bibir bertasbih padaNya . Saya ingin mati
dalam keadaan iman yang tertinggi saya
padaNya.
Karena mati tidak tahu kapan datangnya, sementara dia pasti adanya, maka setiap detik dalam
kehidupan saya haruslah dalam keadaan waspada utnuk selalu ingat padaNya,
menjalankan apa yang diwajibkanNya, serta meninggalkan apa yang diharamkanNya.
Memegang teguh akidah dengan hanya ber-Illah padaNya.
Masihkah saya hanya
menuhankanNya, bukan berTuhan pada tuhan-tuhan yang lain? Entah-entah saya cuma
omong doang, beriman padaNya, mengaku tidak menduakanNya, sementara dalam
kenyataan hidup saya memilih menuhankan yang lain, baik saya sadari atau tidak.
Entah-entah, saat duduk di kursi yang
nyaman dalam ruangan sejuk karena
pendingin udara, dan diantara orang-orang hebat yang katanya mewakili suara
kebanyakan, saya malah menuhankan aturan manusia dan mengesampingkan aturan
Allah dengan alasan kemaslahatan?
Saya menuliskan keinginan mati dalam keadaan husnul
khotimah, mudah sakratul mautnya.
Maka untuk itu, saya berusaha yakin, bahwa apa yang masuk ke perut saya adalah halal, sepenuhnya halal. Bukan halal yang tidak berkah karena ada orang lain yang terzholimi karena cara saya mencari nafkah misalnya. Bukan pula halal yang saya cari-cari dalil pembenarannya agar saya merasa nyaman dengan pilihan hidup saya. Bukan pula halal, tapi nyikut sana sini, dan melakukan suap sana sini. Halal, tentu seperti yang saya yakini sudah sesuai tuntunan yang telah dibawa Rasulullah pastinya.
Maka untuk itu, saya berusaha yakin, bahwa apa yang masuk ke perut saya adalah halal, sepenuhnya halal. Bukan halal yang tidak berkah karena ada orang lain yang terzholimi karena cara saya mencari nafkah misalnya. Bukan pula halal yang saya cari-cari dalil pembenarannya agar saya merasa nyaman dengan pilihan hidup saya. Bukan pula halal, tapi nyikut sana sini, dan melakukan suap sana sini. Halal, tentu seperti yang saya yakini sudah sesuai tuntunan yang telah dibawa Rasulullah pastinya.
Karena saya ingin mati dalam keadaan husnul khotimah, bibir menyebut namanya dan hati berzikir
untuknya, maka setiap detik perjalanan yang saya lalui sebisa mungkin saya
menyebut-nyebut namaNya, menghindari bergunjing mengenai keburukan orang lain,
apalagi menyebar-nyebar fitnah. Naudzubilla. Karenanya, setiap kali bibir tergoda untuk sumbang suara untuk hal
yang sia-sia, segera hati menegur agar berucap istighfar. Mana tahu, saat itu
pula perjanjian saya tiba, saat kehidupan dunia untuk saya selesai, dan
malaikat Izrail menjemput saya.
Saya ingin mati dalam keadaan husnul khotimah, tidak
dalam keadaan pikun, tetap dalam keadaan sehat dan tidak menyusahkan siapa saja.
Karenanya pula agar tetap menjaga kesegaran otak saya selalu, lebih banyak membaca Qur’an dan mencoba menghafal semampunya kalam suci tersebut. Kalau saya bisa baca novel setebal ratusan halaman tiap harinya, mengapa minimal satu zuj setiap harinya saya harus malas melakukannya? Kalau saya masih ingat dan bisa menceritakan ulang buku yang saya baca, mengapa ayat-ayat suci itu saya abaikan untuk terekam jelas dalam benak saya. Bukankah hapalan saya yang akan menjadi peneman saya di alam kubur nantinya?
Karenanya pula agar tetap menjaga kesegaran otak saya selalu, lebih banyak membaca Qur’an dan mencoba menghafal semampunya kalam suci tersebut. Kalau saya bisa baca novel setebal ratusan halaman tiap harinya, mengapa minimal satu zuj setiap harinya saya harus malas melakukannya? Kalau saya masih ingat dan bisa menceritakan ulang buku yang saya baca, mengapa ayat-ayat suci itu saya abaikan untuk terekam jelas dalam benak saya. Bukankah hapalan saya yang akan menjadi peneman saya di alam kubur nantinya?
Agar tubuh saya sehat dan bugar, sholat saya pun akan saya
benarkan rukun dan pelaksanaannya. Bukan sekedar meluruhkan kewajiban semata.
Bangun di sepertiga malam harus sudah menjadi kebiasaan baik yang selalu
dilakukan. Agar bukan tubuh saya saja yang sehat dan bugar, tetapi ruhiyah saya
selalu diliputi ketenangan karena kedekatan yang terjalin padaNya.
Lalu menjaga asupan gizi yang benar-benar halal saja yang
masuk ke dalam tubuh, adalah salah satu upaya menjaga kesehatan tubuh dan jiwa.
Saya ingin mati dalam keadaan husnul khotimah,
meninggalkan manfaat bagi sesama manusia dan alam sekitar, serta dikelilingi
oleh orang-orang yang saya cinta dan mencintai saya (keluarga).
Karenanya, sedapat mungkin saya menjaga hubungan baik dengan
sesama manusia, menahan lidah dari perkataan yang mungkin bisa menyakiti dan
melukai hati orang lain. Menyayangi anak-anak, suami dan keluarga sepenuh hati.
Tidak melukai makhluk hidup dengan semena-mena, menjaga lingkungan dengan
sepenuh cinta karena alam yang dijaga dengan cinta akan memberikan kembali
cintanya yang luar biasa untuk manusia itu sendiri.
Karenanya pula, saya harus memulai kembali menyambung
silaturahmi yang terputus, silaturahmi yang terkoyak, silaturahmi yang
tertahan. Saya harus meluaskan sabar dan belajar untuk bersabar tanpa batas
(seperti yang diajarkan suami saya selalu bahwa sabar itu tidak berbatas),
memantapkan untuk selalu bersyukur dan iklash terhadap ketentuan-ketentuan yang
Allah ijinkan terjadi pada saya, belajar memaafkan, dan belajar menerima diri
dan menyamankan diri sendiri.
Dengan demikian saya akan menjadi orang yang mampu mencintai
diri sendiri dan memberikan cinta pada sekeliling saya. Bukankah apa yang akan
kita beri akan berbalik ke diri sendiri? Banyak-banyak memberi cinta kita akan
menuai hasilnya. Itu yang saya inginkan. Wafat dalam naungan cinta orang-orang
yang menyayangi saya.
Saya ingin mati dalam keadaan husnul khotimah,
meninggalkan warisan ilmu dan harta yang bermanfaat, generasi sholih-sholihah
yang tangguh, serta tidak dalam keadaan berhutang, tidak terjerat riba, dan
orang-orang tidak mengingat saya kecuali mengingat saya dengan kebaikan.
Karenanya, saya harus mejaga diri dan keluarga dari memakan
yang haram dan syubhat, mendidik anak-anak agar menjadi generasi yanng tangguh,
tidak cengeng dan manja, serta baik ahlaknya serta teguh dan istiqomah
keimanannya, ahsan terhadap sesama manusia, tak perduli dari mana asalnya,
agamanya, dan suku bangsanya, dan peduli
pada lingkungannya.
Saya juga harus
proaktif mengingatkan suami agar memberi kami nafkah hanya dengan jalan yang
halal, mempertanyakan kelebihan nafkah yang dia peroleh, agar dia sebagai
pemimpin rumah tangga tidak terjerat dosa. Saya harus mengajarkan anak-anak
sabar dengan keterbatasan, yang penting hidup berlandaskan tuntunan yang dibawa
Rasulullah Muhammad SAW. Terbatas tak apa, yang penting yakin akan halalnya.
Ya Rabb..
Sebagaimana kau mengabulkan segala mimpi-mimpi
keduniawianku, baik itu pernah kutuliskan atau pun hanya tersirat di hati, maka
kabulkanlah mimpi-mimpiku mengenai kematian yang aku inginkan. Ijinkan aku
kembali padaMu kelak dengan husnul khotimah dan mengabulkan semua list yang
telah kutuliskan di atas. Amin Ya Rabbal Alamin.
Sebagai penutup, cobalah bagi yang berkenan membaca tulisan
ini untuk membuka youtube yang saya sertakan di bawah ini, atau mp3nya, yakni nashid dari Ahmed Bukhatir yang
berjudul Last Breath. Saya pertama kali nonton dan dengerin nashid ini tahun
2008 lalu. Sungguh membuat merinding hingga ke tulang sumsum. Link mp3nya bisa di buka di sini:
http://www.nasheedbay.com/ahmedbukhatir/samtan/last-breath, sedangkan yang youtubenya, ada di bawah ini.
Ya Allah... bergetar hati saya membaca postingannya bunda...
BalasHapusTerima kasih sebelumnya telah kembali mengingatkan saya
saya jadi terinspirasi membuat list kematian yang juga saya inginkan bun... Setiap ada kematian terutama orang yang saya kenal, saya sering tertegun brhari- hari. Bagaimana keadaan mereka sekarang? Apa yang mereka rasakan ketika roh mereka dicabut padahal hari sebelumnya mereka masih bisa tertawa? Dan seperti menunggu absen saja saya pun akan dapat giliran. Seringkali saya mendengar ucapan orang-orang "dulu dia orangnya baik", lalu bagaimana perkataan orang-orang ketika saya meninggal nanti. Doakah? Umpatan kah? semoga saja kita bisa khusnul khotimah ya bunda..doakan juga saya....:-)
aamin. Ya betul Mbak. Mari kita buat list kematian yang kita inginkan, pastinya husnul khotimah. Karena seperti mimpi-mimpi yang kita tuliskan dan langitkan, saya percaya Allah pun akan mengabulkan impian terhadap kematian yang kita inginkan..
Hapusamin, semoga ya mba, saya juga mau berakhir dengan husnul khatimah :)
BalasHapusamiin. Sejatinya umat islam dimanapun pasti berkeinginan berakhir dalam husnul khotimah ya Mbak Kania
HapusSubhanallah mbak, terima kasih telah mengingatkan melalui tulisan ini.
BalasHapussejatinya, saya menuliskannya juga untuk mengingatkan pada diri sendiri. alhamdulillah kalau bermanfaat buat yang lain
HapusSalut makk, aku setiap ngeliat atau lewat graveyard selalu merem, takut hehehe.. Tapi AMIN agar aku bisa mati dalam husnul khotimah AMIN. thanks for sharing makk..
BalasHapusaamiin, semoga semua kita berakhir daalam keadaan husnul khotimah
Hapussebelumnya, kuburan buat saya identik dengan hal-hal yang serba menakutkan... tapi setelah bapak meninggal dan kami begitu kehilangan, kuburan jadi berubah makna... jadi tempat terdamai di dunia... sehingga saat saya mengucap salam tiap kali melewatinya, selalu dengan sepenuh hati...
BalasHapustapi ya Allah, sama sekali belum pernah terpikir untuk me"mimpi"kan kematian sebagai sesuatu yang layak diusahakan... selama ini, saya menganggap mimpi itu ya untuk hidup di dunia ini
makasih sudah diingatkan mbak
sama-sama Mbak. ini juga untuk pengingat diri sendiri
HapusMudah mudahan akhir hayat kita selalu dalam keadaan yang baik2 saja y mb :)
BalasHapusamiin..semoga semua kita berakhir husnul khotimah
Hapus