Hari Ketika Aku Menjadi Pembunuh!

Kreekkk!!!

Bunyi tulang remuk itu terdengar jelas di telingaku. Dan sosok imut lucu itu kemudian terbanting ke tanah. Lehernya meliuk ke samping sedangkan kaki-kakinya meregang. Matanya terbeliak menorehkan kesakitan yang luar biasa, namun tak ada suara yang keluar dari mulutnya. Tapi, akulah yang berteriak kemudiannya...

"Adek, Ai...Kutam-Kutam...!!!"
Airmata bercucuran mengalir di kedua mataku, sedangkan mahluk imut yang kupanggil Kutam itu masih berkutat dengan rasa sakit yang pasti luar biasa di deritanya, mengingat bagaimana tubuhnya sampai terputar-putar dengan kaki-kaki yang menegang dan mata yang membeliak.

Dua anakku, yang baru saja mau berangkat ke sekolah, berbalik mendengar teriakanku. Melihat keadaan Kutam, mereka kaget dan hampir menangis. "Bunda tidak sengaja menginjak Kutam. Lehernya patah!" isakku.

Adek sudah  terisak, begitu juga Ai. Aku mencoba berpikir tenang walau ditengah cucuran airmata bahwasanya kondisi Kutam yang sekarat tidak boleh dilihat anak-anakku berlama-lama.
Kututup ke dua mata Adek, dan kusuruh mereka berdua melanjutkan perjalanan ke sekolah. Aku tahu mereka bersedih, tapi pemandangan yang masih terhampar di depan mata, tidak boleh terlalu lama mengendap di benak mereka. Bisa jadi trauma!

Begitu anak-anak berbalik kembali  melanjutkan perjalan ke sekolahnya, aku kembali menghadapi teror di depan mataku, Kutam yang masih berputar-putar dengan leher yang sengkleh, dan matanya terbeliak lebar.

"Kutam, maafkan aku, maafkan aku, " kataku sambil menangis, tapi juga bingung melihat keadaan Kutam yang seperti itu. Aku tidak tahu harus berbuat apa menghadapi sakratul mautnya hewan mungil ini. Terbesit ingin segera membawanya ke dokter hewan, tapi keadaanku saat itu tidak memungkinkan.cuma aku berdua yang tinggal di rumah dengan Abang, dan tidak mungkin aku meninggalkan abang di rumah sendirian, karena dia sendiri butuh diawasi. Dan alasan kedua, aku tidak tahu dimana dokter hewan yang terdekat dengan tempat tinggalku.

Kuangkat Kutam pelan-pelan, dan kudekap seperti mendekap bayi. Dia agak tenang walau matanya masih melotot penuh derita. Aku coba posisikan lehernya senyaman mungkin dalam dekapanku, dan itu seperti membantu. Nafasnya terdengar seperti hewan yang lagi tersedak, tapi tubuhnya tidak lagi melengkung-lengkung seperti tadi.

Aku dekap Kutam di dadaku sembari masih menangis. Tuhan.., ampunkan aku. Kutam maafkan aku, maafkan aku, bisikku berung-ulang. Air mata bercucuran tak mampu kecegah. ada sekitar 15 menitan aku duduk di bawah pohon alpukat sembari mendekap Kutam. Tubuhku sudah berbau kucing, pastinya. tapi aku tak peduli. Aku berdoa pada Tuhan, kalaulah Dia mengijinkan Kutam hidup, agar dia bisa bertahan sampai kedua anakku pulang sekolah, karena aku bertekad akan membawanya ke dokter hewan (aku berniat cari di Google tempat dokter hewan yg terdekat dengan lokasi rumah). Namun kalau Kutam tak diijinkan berumur panjang, agar disegerakan kepergiannya, supaya Kutam tidak menderita seperti itu.

Kucari tempat dimana aku bisa meletakkan Kutam senyaman mungkin. Bawah pohon alpukat ini kering, sekaligus sejuk. Perlahan-lahan kurebahkan badannya dengan memberi alas gombal di bagian lehernya. Dia terlihat tenang, walau tetap penuh penderitaan, karena matanya masih terbeliak dan kedua rahangnya mengatup rapat. Bergegas aku membuka komputer, mencari data tempat dokter hewan di sekitaran rumah. Sesekali aku melirik ke arah Kutam (karena laptopku dekat jendela pondok, di samping pohon alpukat, sehingga aku bisa mengawasinya).

Duh..., saat ini aku tak sanggup menuliskan rincian kejadiannya. nanti akan kusambung lagi...


Kejadian itu terjadi, hari ini.., 21 Oktober 2019, sekitar pukul 6.15 pagi tadi.
Dan kini, tadi jam 9.56, Kutam mennghembuskan nafas terakhirnya dengan penuh penderitaan.
Hari ini, aku telah menjadi pembunuh! Pembunuh tak sengaja dari salah seekor anak kucing yang menjadi peliharaan kami. Maafkan aku Kutam. Sungguh aku tak sengaja.
Pada Allah aku berkali-kali minta ampunanNya karena menjadi penyebab matinya anak kucing lucu itu


RIP my dearest Kutam. Semoga Allah menngampuni ketaksengajaanku menginjak dirimu saat turun dari tangga pondok...


Rebellina Santy

Author, Blogger, Crafter, and Gardener. Informasi pemuatan artikel, Sponsored Post, Placement, Job Review, dan Undangan Event, email ke : rebellinasanty@gmail.com. Twitter/IG: @rebellinasanty

1 komentar:

Halo...
Thanks ya uda mau mampir dan kasih komentar di blog Rebellina Santy. Komentar kamu berharga banget buat saya.

Salam
Reni Susanti