Rubrik Gado-Gado di majalah Femina, dan blogger senior Abdul
Cholik, yang biasa dipanggil Pakde.
Apa hubungannya?
Rubrik Gado-gado terkenal di kalangan penulis, dan berhasil
nembus Femina untuk rubrik ini serasa gimana…gitu. Isinya berupa kisah
inspiratif, humor, haru, sedih, bahkan horor. Sebagai pembaca Femina, saya
selalu mencari rubrik ini pertama kali untuk dibaca. Isinya yang singkat dan
ringan namun tidak ngeboseni dan bahkan selalu asyik untuk dibaca. Enggak heran
khan rubrik ini sangat terkenal?
Pakde Cholik, di kalangan blogger, siapa yang tak kenal
beliau? Seorang blogger senior yang sering menang lomba blog. Saya aja yang
telat mengenal pensiunan Jenderal ini. Selain menerbitkan bukunya secara
mandiri, Pakde Cholik ini juga menerbitkan bukunya di penerbit mayor. Sudah
puluhan buku yang beliau tulis dan terbitkan. Dan sebagai blogger, wah.., saya
harus belajar banyak dari beliau.
Lalu, sekali lagi nih, apa sih hubungannya antara rubrik
Gado-gado dengan Pakde Cholik?
Pakde Cholik menulis buku memoar yang isinya mirip Gado-Gado
Femina. Ada kisah haru, sedih, sarat hikmah, inspiratif, humor, dan
macem-macem. Walau tebal, enggak usah takut untuk ngebacanya, karena Pakde
Cholik membagi buku ini dalam puluhan bab. Setiap bab mengandung satu cerita.
Jadi, membaca buku Bintang Untuk Emak, seperti membaca kumpulan kisah Gado-gado
ala majalah Femina. Hanya saja, penulisnya satu orang, yakni Pakde Cholik.
Buku Bintang Untuk Emak dibuka dengan cerita yang Judulnya
saja sudah menggoda: Sumpah di Lembah Tidar (Serasa membaca buku cerita silat
jaman dulu J) .Kisah
di bab I ini seakan membawa saya ke masa lalu di tahun 1974, dan menyaksikan
seorang perwira muda yang sedang dilantik dan diambil sumpahnya sebagai perwira
Akabri. Namun bagi saya bukan itu yang
mengharukan, tapi bagaimana sikap sayang dan peduli seorang Emak terhadap anaknya
walau anak tersebut sudah menjadi Letnan (hal 5).
Sikap Emak yang sangat memerhatikan anaknya ini juga banyak
terdapat di bab-bab lainnya. Di salah satu Bab dikisahkan Emak yang memberi
bekal telur asin dan bolu kukus untuk bekal perjalanan. Atau, saat Emak memberi nasehat sembari mengusapkan ujung kain
jarit ke wajah anaknya yang hendak melakukan tugas pertama ke luar Jawa. Suatu
ritual khusus yang penuh makna namun saat kekinian entah masih ada yang
melakukannya lagi atau tidak (hal 19)
Tak melulu bercerita mengenai hubungan penulis dengan Emak,
di bagian lain kita diajak berpikir ala Detektif
Hercule Poirot dengan sel-sel kelabunya.
Cukup dengan menganalisa potongan rambut, ditemukanlah pelaku kejahatan sebenarnya.
(hal 23).
Atau, saya dibuat senyum-senyum sendiri saat membaca kisah penulis
yang ingin membuat telur dadar. Telur
dadar yang dalam bahasa lebay kampung saya, “tinggal tutup mata” untuk
menggambarkan mudahnya pembuatannya, namun di tangan Pakde telur dadar itu jadi
unik. Kisahnya ada di halaman 31.
Haru biru juga mewarnai perasaan saya saat penulis di bab
40, menuangkan perasaannya yang tak kunjung naik jabatan dan pangkat. Judul
tulisan tersebut, “Salah Saya Apa Sih?” tepat banget menggambarkan apa yang dialami
penulis saat itu. Namun salut saya karena penulis tetap memilih berbaik sangka,
dan tak menudingkan kesalahan pada pihak lain.
Kisah haru lainnya saat penulis menyeritakan tentang sosok
Anna Mary, saat beliau sedang bertugas
di India. Di Bab 44 dan bab 51 Pakde secara khusus menuliskan tentang sosok
perempuan ini beserta keluarganya. Perempuan ini bahkan sampai menunduk dan
menyentuh ujung kaki Pakde . “You look
like my God,Sir,” katanya sembari terisak (hal 160). Emang apa sih yang
dilakukan Pakde sampai membuat Anna Mary menyamakannya dengan Dewanya? (Baca sendiri ya, biar lebih seru :))
Namun yang paling mengharukan bagi saya adalah ketika
penulis membagi pengalamanannya saat mengalami penyakit saraf terjepit.
Ternyata, saraf terjepit yang diderita Pakde di tahun 1999 itu sudah sedemikian
parah sehingga diharuskan untuk operasi. Namun tekad kuat sang penulis sembari
ikhtiar dengan melakukan pengobatan
alternatif, membuat penulis berhasil mengatasi penyakit ini dan tidak jadi
operasi. Tulisan ini ada di bab 70, dan di bagian ini juga penulis membagikan
tipsnya agar pembaca tidak mengalami hal yang sama (penyakit saraf kejepit).
Secara keseluruhan, Bintang Untuk Emak adalah sebuah memoar
masa tugas Pakde Cholik sebagai abdi negara. Tak heran isinya pun memang
berkaitan dengan pengalaman-pengalaman beliau selama menjalani masa aktif beliau
bertugas. Namun karena ditulis dengan gaya bahasa yang ringan dan luwes, buku
setebal 331 halaman ini tidak membosankan. Bahkan seperti saya katakan di atas,
seperti membaca kumpulan kisah gado-gado yang ada di Femina, hanya saja ini
edisi khusus abdi negara dan ditulis oleh satu orang penulis saja.
Melalui buku ini saya juga jadi mengenal sedikit lebih jauh
tentang sosok Pakde Cholik. Sosok abdi negara yang pintar dan rendah hati, mau terus
belajar, dan taat pada tugas yang diemban. Ternyata tak heran, Pakde Cholik
kini menjadi blogger senior dan penulis buku, karena sejak bertugas pun Pakde
Cholik sudah terbiasa menulis dan menghasilkan uang lewat tulisannya tersebut.
(Hal 40).
Tak hanya itu, melalui ulasannya mengenai
perjalanan-perjalanan yang telah dilakukannya selama masa dinas di berbagai
belahan dunia, jadi menambah pengetahuan mengenai seluk beluk abdi negara saat
sedang bertugas di luar negeri.
Penulisan buku ini pun patut diacungi jempol. Saat
membacanya, saya tak menemukan kesalahan cetak maupun kesalahan penulisan.
Semua tersusun rapi sesuai EYD. Hanya saja sedikit masukan, di dalam buku ini
banyak istilah-istilah yang terkait dengan tugas beliau sebagai abdi negara
yang kurang saya pahami, seperti : PDH (hal 1), epaulette (hal 2), kopelriem (hal
18) dan beberapa istilah lainnya. Dan juga beberapa kalimat dalam bahasa Jawa, seperti luman pwol
(hal 18), Slamet sak polah tingkahmu, Nak, adoh bilaimu” (hal 19), mriyayeni
(hal 99), dan lainnya. Walau untuk beberapa kalimat saya masih bisa meraba-raba
arti sebenarnya, namun alangkah lebih baik dijelaskan di halaman tersendiri,
atau di dalam kurung.
Emang gimana sih penampakan bukunya?
Ok deh, saya jabarin aja. Penampakannya seperti ini nih :
Bintang Untuk Emak
Penulis : Abdul Cholik
Penerbit : Sixmidad
Cetakan Pertama: Agustus 2015
Cover : Hard Cover, Dof
Jumlah Halaman : 331 Halaman
Berminat ingin memiliki buku ini?
Hubungi saja penulisnya di akun media sosialnya, yakni :
Twitter@pakdecholik.
bisa buat dibaca pas weekend nih. makasih reviewnya, Bunda :)
BalasHapussama-sama. weekend enaknya leye-leye semabri baca buku kalau sedang tidak ada agenda jalan-jalan keluar :)
HapusBuku yang ini saya belum punya mba. Menarik nih mengetahui perjalanan hidup seorang tentara.
BalasHapuskoleksi buku Pakde Mbak Ety? saya juga baru punya beberapa., dan dari buku ini saya juga baru tahu sisi-sisi lain kehidupan tentara
HapusHehe, suamiku kayaknya perlu dan wajib baca nih :D
BalasHapussuaminya tentara ya Mbak?
HapusTerima kasih atas reciewnya yang jujur dan apik
BalasHapusMasukan saya terima. Matur nuwun
Saat ini saya sedang menyelesaikan buku ke-12 dari Program Satu Bulan Satu Buku
Buku ke-11 segera terbit bulan November 2015
Salam hangat dari Jombang
sama-sama Pakde. Selalu senang baca buku Pakde. hanya saja kesempatan nulisnya baru bisa kali ini :)
HapusAsyik membaca reviewnya, mba. Awalnya aku pikir bukunya agak 'berat' karena melihat sampul bukunya terkesan resmi :). Eh, teryata di review teryata bahasanya mengalir ya? Salam kenal untuk Pakdhe Cholik. Oh ya, saya juga suka membaca rubrik gado-gado. Hehhehe
BalasHapusPakde Cholik sudah pengalaman menulis. dan tulisannya enak dibaca. Rubrik gad-gado emang markotop :). saya juga suka dan dua kali tulisan saya pernah mejeng di situ, hehehe. Pamer nih :)
Hapuspakde emang keren sudah sepuh tapi tetep produktif
BalasHapussalut ya San. Pengen seperti itu, bisa produktif terus
Hapusbukunya memang asyik ya mbak. kadang terkikik-kikik jadinya.
BalasHapusbetul. ada yang haru juga. makanya saya tulis seperti membaca gado-gado
Hapus