Tetangga Sebelah Rumah

https://rebellinasanty.blogspot.com
Anak-anak bermain dalam Tetangga  Sebelah Rumah. Gambar  milik dan dibuat oleh Aisyah Rania

"Parhuta-huta...Tolong kami!!"

Teriakan seorang perempuan di jam 3 malam itu sontak membangunkan saya, papa saya, dan tetangga sekitar. Teriakan yang dalam bahasa Indonesianya diterjemahkan sebagai, "Orang kampung, tolong!" ternyata berasal dari tetangga sebelah rumah persis di samping kiri rumah. Kalau saya buka jendela kamar, langsung bisa lihat teras depan rumahnya, walau antara rumah kami dengan tetangga dibatasi tembok pendek.


Buru-burulah papa saya membuka pintu depan dan menemui tetangga kami tersebut. "Ada apa, Ito?" tanya papa saya. Ito itu panggilan sopan untuk perempuan dalam bahasa Batak. Papa saya walau bukan Batak asli, tapi mahir berbahasa Batak karena pergaulan.

"Amangnya (Bapaknya) anak-anak, Lae" jawab tetangga kami. Lae itu panggilan sopan untuk laki-laki.

Bergegaslah kami ke rumahnya bersama tetangga perempuan tersebut. Di rumahnya yang sederhana, terbuat dari papan kayu, cuma terdiri dari ruang tamu, satu kamar, dan dapur, terbaring suaminya, yang disebutnya amang (bapak) anak-anak tadi.

Si Bapak ini sehari-harinya berprofesi sebagai tukang becak. Mereka baru beberapa bulan ngontrak di rumah ini, dan punya dua anak kecil, perempuan dan laki-laki. Saya suka melihat dua bocah yang paling masih berusia 4 dan 2 tahun ini setiap sore, sudah rapi dan bersih, serta pipinya disaput bedak. Kadang-kadang, bedaknya cemang cemong di pipi mereka, tapi justru itu yang suma membuat saya tersenyum melihat keduanya.

Terus terang, saya enggak begitu tahu tentang tetangga ini, kecuali dua anak kecilnya ini (karena mereka setiap sore melintas di depan rumah) karena saya sibuk kuliah. Lagipula mereka baru beberapa bulan ngontrak rumah di samping rumah saya. Kalau tetangga yang punya kontrakan itu sih, kami kenal dan cukup bergaul.

Kembali ke si Amangnya anak-anak. Dia berbaring di atas lantai semen tak bergerak.Para tetangga sekitar sudah ramai berkmpul di depan pintu, ingin tahu apa yang terjadi. sementara sang ibu, kita sebut aja si Ito, masih menangis-nangis meratap di samping si Amang yang terbaring.

Papa pun berinisiatif bertanya, apakah Si Amang sedang sakit. Si Ito masih meratap menjawab kalau si Amangnya anak-anak sudah tidak ada, alias meninggal. Wah, kita jadi maklum mengapa Si Ito teriak-teriak. Rupanya suaminya meninggal.

Saya, dan salah satu teman yang juga tetangga depan rumah (namanya Moy) salah satu yang ikut kepo  di depan pintu saat itu. Moy menggamit bahu saya sambil ngomong begini, "Ren, kau lihat di leher si Amang, ada apa itu?"

Saya pun mengikuti pandangan mata Moy ke leher Si Amang, terlihat seperti sesuatu berwarna kuning melingkar di lehernya. Entah mengapa, mata saya refleks melihat ke langit-langit rumah, dan saya lihat ada tali berwarna kuning tergantung, dan ujungnya seperti di potong paksa, meninggalkan serabut yang tak beraturan. Deg! Hati saya langung ambil kesimpulan.

Saya ngomong ke papa saya, "Pa, kayakanya Amangnya anak-anak bunuh diri. Lihat leher di talinya dan di atas. Sama!"

Papa saya kaget, dan melihat ke atas. lalu, dia pun bertanya ke si Ito. "Maaf Ito, apakah Amang bunuh diri?"

Si ito menangis menjawab, "Iya Lae!"

Sontak semua jadi geger. Ternyata, sebelumnya  tidak satu pun ada yang memperhatikan kalau si Amang ini bunuh diri

Begitu tahu ini bunuh diri, gegerlah sekitar, dan Papa pun enggak berani mendekat dan terlibat lebih jauh. Beberapa waktu kemudian polisi datang seiring serta keluarga dari pihak Si Amang yang meratap-ratap dalam bahasa Batak serta menyumpah-nyumpahi si Ito.

Sungguh, saya miris sekali saat itu melihat Si Ito. Sudahlah tertimpa kemalangan, disudutkan pula oleh kerabat suaminya, dan kita cuma bisa jadi penonton karena memang kita tidak tahu betul kejadiannya bagaimana, dan bagaimana pula kehidupan rumah tangga mereka.

Singkat cerita, jenazah Si Amang di bawa oleh kerabatnya, dan setelah kejadian itu, rumah itu ditinggalkan kosong.

Selama beberapa waktu setelah kejadian tersebut, hampir keseluruhan tetangga tidak ada yang berani keluar malam. Soalnya, setelah azan maghrib, pasti suara anjing melolong terdengar. Tahu sendiri khan lolongan anjing saat sepertinya dia melihat 'sesuatu'?

Saya sendiri tidak berani tidur di kamar, karena kamar saya bersebelahan dengan rumah tersebut (walau berjarak sekitar 5m), dan berhadapan dengan jalan depan. Soalnya, sebagian tetangga mengaku sering mendengar suara orang mengayuh becak di tengah malam, diiringi suara lolongan anjing. Si Amang memang lebih banyak narik becaknya saat malam hari. 

Aura kematian si Amang memang bikin merinding. Tapi yang membekas sangat dalam ingatan saya adalah, dua bocah kecil lugu, yang setiap sore sudah rapi dan bersih bermain di depan rumah. Terkadang mereka bersama ibunya duduk di dalam becak yang dikayuh bapaknya sambil jalan-jalan sore. Sebuah potret keluarga kecil sederhana yang bahagia. Tapi siapa sangka, Sang Bapak mengakhiri hidupnya di depan anak-anaknya yang sedang tertidur, seperti kesaksian istrinya, bahwa malam itu meereka bertengkar (katanya soal ekonomi). Lalu sang istri memilih tidur di ruang tamu bersama anak-anaknya. Saat lelap tertidur, si bapak menggantung dirinya di ruangan yang sama, dan membuat istrinya terbangun. Mendapati suaminya tergantung, dia berusaha memutuskan tali dengan pisau, namun ternyata nyawa Si Bapak tidak tertolong, sampai kemudian dia berteriak-teriak minta tolong.


Itu kisah bertahun-tahun lalu, saat saya masih dikota asal. Peristiwa yang masih saya ingat jelas, terutama gambaran dua bocah kecil dengan bedak yang tersaput di wajahnya. Semoga kedua bocah kecil itu tumbuh besar dan dalam keadaan baik-baik serta bahagia, dan dalam lindungan Tuhan, dimanapun mereka berada..

Rebellina Santy

Author, Blogger, Crafter, and Gardener. Informasi pemuatan artikel, Sponsored Post, Placement, Job Review, dan Undangan Event, email ke : rebellinasanty@gmail.com. Twitter/IG: @rebellinasanty

2 komentar:

  1. Semoga keluarganya sabar ya. Mba Apa kabar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Alhamdulillah, kabarnya akhir-akhir ini berangsur meringankan hati, hehehe. Mbak Kaania, dah lama ya enggak bertukar kisah. aku memang lagi undur diri sejenak beberapa waktu lalu

      Hapus

Halo...
Thanks ya uda mau mampir dan kasih komentar di blog Rebellina Santy. Komentar kamu berharga banget buat saya.

Salam
Reni Susanti