![]() |
| Alamanda, sumber foto: di sini |
Jengkel! Itulah yang kurasakan
pertama kali saat ibu mertua datang ke rumah dengan ‘setumpuk tanaman’.
Sebagian dalam pot, dan sebagian lagi dalam polibag. Terus terang, aku
tidak begitu tertarik dengan urusan tanam menanam kala itu. Wong kesibukan mengurus anak dan rumah tangga saja
sepertinya tidak ada habis-habisnya, boro-boro harus ngurusin tanaman. Tapi tentu saja tidak pantas aku menunjukkan
perasaanku kepada Nin, panggilankukepada Ibu Mertua. Jadilah dengan setengah hati aku menerima amanah harus mengurus tanaman yang sudah Beliau bawa jauh-jauh dari Serang.
“Biar
rumah kalian terlihat lebih indah dan asri. Rumah yang banyak tanamannya pasti indah dipandang
mata,” tutur Beliau.
Aku
manggut-manggut dengan pikiran lain yang berkecamuk di benakku. Duh…, bertambah
deh kerjaan dengan ngurusin tanaman.
Tapi tak kupungkiri kata-kata Nin benar. Setiap kali berkunjung ke rumah
Nin, selalu mata ini tertambat pada jejeran tanaman yang tumbuh subur dalam
pot-pot bunga yang di tata asri. Selain
terlihat indah, rasa teduh dan perasaan
tentram pun turut hadir di tengah suasana. “ Tapi Nin dan Aki khan sudah tidak
punya anak lagi buat diurusi,” bathinku ,mencari-cari alasan pembenaran
kejengkelanku terhadap titipan tanaman tersebut. Tetap saja akhirnya aku harus
menerima bahwa sekarang di rumah yang kami tempati , selain urusan keluarga ,
bertambah lagi beban yang harus kuurus. Setumpuk
tanaman hias dari Nin!
